Radio Budaya Jawa



Kamis, 30 Desember 2010

Kurangi Emisi Untuk Selamatkan Alam

Indonesia menyatakan siap menekan tingkat emisi hingga 41% sampai 2020. Komitmen ini akan diikuti langkah aksi yang konkret bila negara-negara maju dan besar berkomitmen menekan tingkat emisi masing-masing secara signifikan. Demikian pernyataan Presiden SBY dalam breakfast meeting on climate change (perubahan iklim) di Hotel Shangri-la Singapore.

Tema pemanasan global memang menjadi topik penting dunia abad ini. Berbagai negara di dunia, terpanggil untuk mengatasi permasalahan besar umat manusia. Ini menunjukkan perang bukan lagi ancaman besar. Secara nyata dan pasti, es di kutup utara sudah mulai mencair sebagai efek pemanasan global. Apa saja yang menjadi dampak pemanasan global itu?

Emisi gas buang dari asap mobil dan motor, AC di perkantoran dan perumahan, efek rumah kaca, gas-gas karbon dari pabrik, sampai pada pembakaran dan penebangan hutan yang serampangan, dan tentu saja walau agak diabaikan, uji coba senjata nuklir, perang, ikut memberi andil pemanasan global.



Hari ini pemanasan global menjadi musuh bersama para pemimpin dunia. Gejala alam kali ini, mencairnya es di kutub dikaitkan dengan pemanasan global. Semua ini karena ulah tangan-tangan manusia sebagai dampak dari industrialisasi, pertumbuhan penduduk yang amat cepat, habisnya lahan-lahan hutan untuk pertanian dan perkebunan atau berganti menjadi padang tandus, uji coba senjata pemusnah massal dan sebagainya.

Cepat atau lambat, dampak dari pertumbuhan penduduk serta industrialisasi pasti merambah kepada pemanasan global seperti yang kita rasakan hari ini. Perubahan musim yang sulit dideteksi para petani, banjir yang datang mendadak, menjadi petaka bagi umat manusia karena itu.

Bila ditarik ke belakang, pada zaman Nabi Nuh as terjadi banjir besar yang memusnahkan sebagian umat manusia. Konon menurut para pakar lingkungan, es di kutub utara masa itu mencair. Dampaknya, sebagian umat manusia lenyap disapu air bah setinggi gunung. Menurut kitab Taurat, Injil dan Al Quran, menyajikan kisah-kisah unik tadi berupa perahu Nabi Nuh yang menyelamatkan manusia dan satwa.

Namun, di era industrialisasi abad 21 ini, kasusnya tidak sama dengan era Nabi Nuh. Boleh dikatakan bertolak belakang. Gejala-gejala alam masa dahulu kala itu kemungkinan terjadi karena adanya pengaruh dari planet-planet lain di angkasa sehingga menimbulkan banjir besar.

Pemanasan global kini disikapi sebagai ancaman serius umat manusia. Para pemimpin dunia mewaspadai berbagai dampak yang bakal terjadi ke depan, bumi makin panas akibat ulah manusia yang menimbulkan kerusakan alam lingkungannya. Kecerdasan manusia berbuah kepada manusia juga, termasuk petaka yang ditimbulkannya. Inilah dinamika hidup kemanusiaan yang fana ini.

Presiden SBY pada periode sebelumnya pernah memprogramkan 79 juta pohon di Indonesia. Sudah berapa pohonkah Aceh menanamnya? Pemanasan global menjadi masalah kita, masalah dunia. Aceh hari ini masih dianggap sebagai paru-paru dunia. Mari kita pertahankan bersama dengan qanun yang tegas. Seulawah yang dahulu sejuk kini panas. Leuser kian panas. Dataran Tinggi Gayo pun kian panas. Mari dinginkan kembali hutan-hutan kita yang sempat tergunduli.

www.belantaraindonesia.org

Tidak ada komentar:

Posting Komentar