Radio Budaya Jawa



Rabu, 31 Maret 2010

Kalender 2010



Lestarikan alam beserta isinya demi kelangsungan hidup umat manusia!

Selasa, 30 Maret 2010

JAHE ( Zingiber Officinale )


1. SEJARAH SINGKAT
Jahe merupakan tanaman obat berupa tumbuhan rumpun berbatang semu. Jahe berasal dari Asia Pasifik yang tersebar dari India sampai Cina. Oleh karena itu kedua bangsa ini disebut-sebut sebagai bangsa yang pertama kali memanfaatkan jahe terutama sebagai bahan minuman, bumbu masak dan obat-obatan tradisional. Jahe termasuk dalam suku temu-temuan (Zingiberaceae), se-famili dengan temu-temuan lainnya seperti temu lawak (Cucuma xanthorrizha), temu hitam (Curcuma aeruginosa), kunyit (Curcuma domestica), kencur (Kaempferia galanga), lengkuas (Languas galanga) dan lain-lain. Nama daerah jahe antara lain halia (Aceh), beeuing (Gayo), bahing (Batak Karo), sipodeh (Minangkabau), jahi (Lampung), jahe (Sunda), jae (Jawa dan Bali), jhai (Madura), melito (Gorontalo), geraka (Ternate), dsb.

2. URAIAN TANAMAN
2.1 Klasifikasi
• Divisi : Spermatophyta
• Sub-divisi : Angiospermae
• Kelas : Monocotyledoneae
• Ordo : Zingiberales
• Famili : Zingiberaceae
• Genus : Zingiber
• Species : Zingiber officinale
2.2 Deskripsi.
Terna berbatang semu, tinggi 30 cm sampai 1 m, rimpang bila dipotong berwarna kuning atau jingga. Daun sempit, panjang 15 – 23 mm, lebar 8 – 15 mm ; tangkai daun berbulu, panjang 2 – 4 mm ; bentuk lidah daun memanjang, panjang 7,5 – 10 mm, dan tidak berbulu; seludang agak berbulu. Perbungaan berupa malai tersembul dipermukaan tanah, berbentuk tongkat atau bundar telur yang sempit, 2,75 – 3 kali lebarnya, sangat tajam ; panjang malai 3,5 – 5 cm, lebar 1,5 – 1,75 cm ; gagang bunga hampir tidak berbulu, panjang 25 cm, rahis berbulu jarang ; sisik pada gagang terdapat 5 – 7 buah, berbentuk lanset, letaknya berdekatan atau rapat, hampir tidak berbulu, panjang sisik 3 – 5 cm; daun pelindung berbentuk bundar telur terbalik, bundar pada ujungnya, tidak berbulu, berwarna hijau cerah, panjang 2,5 cm, lebar 1 – 1,75 cm ; mahkota bunga berbentuk tabung 2 – 2,5 cm, helainya agak sempit, berbentuk tajam, berwarna kuning kehijauan, panjang 1,5 – 2,5 mm, lebar 3 – 3,5 mm, bibir berwarna ungu, gelap, berbintik-bintik berwarna putih kekuningan, panjang 12 – 15 mm ; kepala sari berwarna ungu, panjang 9 mm ; tangkai putik 2
2.3 Jenis Tanaman
Jahe dibedakan menjadi 3 jenis berdasarkan ukuran, bentuk dan warna rimpangnya. Umumnya dikenal 3 varietas jahe, yaitu :
1. Jahe putih/kuning besar atau disebut juga jahe gajah atau jahe badak : Rimpangnya lebih besar dan gemuk, ruas rimpangnya lebih menggembung dari kedua varietas lainnya. Jenis jahe ini bias dikonsumsi baik saat berumur muda maupun berumur tua, baik sebagai jahe segar maupun jahe olahan.
2. Jahe putih/kuning kecil atau disebut juga jahe sunti atau jahe emprit : Ruasnya kecil, agak rata sampai agak sedikit menggembung. Jahe ini selalu dipanen setelah berumur tua. Kandungan minyak atsirinya lebih besar dari pada jahe gajah, sehingga rasanya lebih pedas, disamping seratnya tinggi. Jahe ini cocok untuk ramuan obat-obatan, atau untuk diekstrak oleoresin dan minyak atsirinya.
3. Jahe merah : Rimpangnya berwarna merah dan lebih kecil dari pada jahe putih kecil. sama seperti jahe kecil, jahe merah selalu dipanen setelah tua, dan juga memiliki kandungan minyak atsiri yang sama dengan jahe kecil, sehingga cocok untuk ramuan obat-obatan.

3. MANFAAT TANAMAN
Rimpang jahe dapat digunakan sebagai bumbu masak, pemberi aroma dan rasa pada makanan seperti roti, kue, biskuit, kembang gula dan berbagai.minuman. Jahe juga dapat digunakan pada industri obat, minyak wangi, industri jamu tradisional, diolah menjadi asinan jahe, dibuat acar, lalap, bandrek, sekoteng dan sirup. Dewasa ini para petani cabe menggunakan jahe sebagai pestisida alami. Dalam perdagangan jahe dijual dalam bentuk segar, kering, jahe bubuk dan awetan jahe. Disamping itu terdapat hasil olahan jahe seperti: minyak astiri dan koresin yang diperoleh dengan cara penyulingan yang berguna sebagai bahan pencampur dalam minuman beralkohol, es krim, campuran sosis dan lain-lain.
Adapun manfaat secara pharmakologi antara lain adalah sebagai karminatif (peluruh kentut), anti muntah, pereda kejang, anti pengerasan pembuluh darah, peluruh keringat, anti inflamasi, anti mikroba dan parasit, anti piretik, anti rematik, serta merangsang pengeluaran getah lambung dan getah empedu.

4. SENTRA PENANAMAN
Terdapat di seluruh Indonesia, ditanam di kebun dan di pekarangan. Pada saat ini jahe telah banyak dibudidayakan di Australia, Srilangka, Cina, Mesir, Yunani, India, Indonesia, Jamaika, Jepang, Meksiko, Nigeria, Pakistan. Jahe dari Jamaika mempunyai kualitas tertinggi, sedangkan India merupakan negara produsen jahe terbesar, yaitu lebih dari 50 % dari total produksi jahe dunia.

5. SYARAT PERTUMBUHAN
1. Iklim
1. Tanaman jahe membutuhkan curah hujan relatif tinggi, yaitu antara 2.500-4.000 mm/tahun.
2. Pada umur 2,5 sampai 7 bulan atau lebih tanaman jahe memerlukan sinar matahari. Dengan kata lain penanaman jahe dilakukan di tempat yang terbuka sehingga mendapat sinar matahari sepanjang hari.
3. Suhu udara optimum untuk budidaya tanaman jahe antara 20-35°C.
2. Media Tanam
1. Tanaman jahe paling cocok ditanam pada tanah yang subur, gembur dan banyak mengandung humus.
2. Tekstur tanah yang baik adalah lempung berpasir, liat berpasir dan tanah laterik.
3. Tanaman jahe dapat tumbuh pada keasaman tanah (pH) sekitar 4,3-7,4. Tetapi keasaman tanah (pH) optimum untuk jahe gajah adalah 6,8-7,0.
3. Ketinggian Tempat
1. Jahe tumbuh baik di daerah tropis dan subtropis dengan ketinggian 0-2.000 m dpl..
2. Di Indonesia pada umumnya ditanam pada ketinggian 200 - 600 m dpl.

6. PEDOMAN BUDIDAYA
6.1. Pembibitan
1. Persyaratan Bibit : Bibit berkualitas adalah bibit yang memenuhi syarat mutu genetik, mutu fisiologik (persentase tumbuh yang tinggi), dan mutu fisik. Yang dimaksud dengan mutu fisik adalah bibit yang bebas hama dan penyakit. Oleh karena itu kriteria yang harus dipenuhi antara lain:
1. Bahan bibit diambil langsung dari kebun (bukan dari pasar).
2. Dipilih bahan bibit dari tanaman yang sudah tua (berumur 9-10 bulan).
3. Dipilih pula dari tanaman yang sehat dan kulit rimpang tidak terluka atau lecet.
2. Teknik Penyemaian Bibit : Untuk pertumbuhan tanaman yang serentak atau seragam, bibit jangan langsung ditanam sebaiknya terlebih dahulu dikecambahkan. Penyemaian bibit dapat dilakukan dengan peti kayu atau dengan bedengan.
1. Penyemaian pada peti kayu : Rimpang jahe yang baru dipanen dijemur sementara (tidak sampai kering), kemudian disimpan sekitar 1-1,5 bulan. Patahkan rimpang tersebut dengan tangan dimana setiap potongan memiliki 3-5 mata tunas dan dijemur ulang 1/2-1 hari. Selanjutnya potongan bakal bibit tersebut dikemas ke dalam karung beranyaman jarang, lalu dicelupkan dalam larutan fungisida dan zat pengatur tumbuh sekitar 1 menit kemudian keringkan. Setelah itu dimasukkan kedalam peti kayu. Lakukan cara penyemaian dengan peti kayu sebagai berikut: pada bagian dasar peti kayu diletakkan bakal bibit selapis, kemudian di atasnya diberi abu gosok atau sekam padi, demikian seterusnya sehingga yang paling atas adalah abu gosok atau sekam padi tersebut. Setelah 2-4 minggu lagi, bibit jahe tersebut sudah disemai.
2. Penyemaian pada bedengan : Buat rumah penyemaian sederhana ukuran 10 x 8 m untuk menanam bibit 1 ton (kebutuhan jahe gajah seluas 1 ha). Di dalam rumah penyemaian tersebut dibuat bedengan dari tumpukan jerami setebal 10 cm. Rimpang bakal bibit disusun pada bedengan jerami lalu ditutup jerami, dan di atasnya diberi rimpang lalu diberi jerami pula, demikian seterusnya, sehingga didapatkan 4 susunan lapis rimpang dengan bagian atas berupa jerami. Perawatan bibit pada bedengan dapat dilakukan dengan penyiraman setiap hari dan sesekali disemprot dengan fungisida. Setelah 2 minggu, biasanya rimpang sudah bertunas. Bila bibit bertunas dipilih agar tidak terbawa bibit berkualitas rendah..Bibit hasil seleksi itu dipatah-patahkan dengan tangan dan setiap potongan memiliki 3-5 mata tunas dan beratnya 40-60 gram.
3. Penyiapan Bibit : Sebelum ditanam, bibit harus dibebaskan dari ancaman penyakit dengan cara bibit tersebut dimasukkan ke dalam karung dan dicelupkan ke dalam larutan fungisida sekitar 8 jam. Kemudian bibit dijemur 2-4 jam, barulah ditanam.
6.2. Pengolahan Media Tanam
1. Persiapan Lahan : Untuk mendapatkan hasil panen yang optimal harus diperhatikan syarat-syarat tumbuh yang dibutuhkan tanaman jahe. Bila keasaman tanah yang ada tidak sesuai dengan keasaman tanah yang dibutuhkan tanaman jahe, maka harus ditambah atau dikurangi keasaman dengan kapur.
2. Pembukaan Lahan : Pengolahan tanah diawali dengan dibajak sedalam kurang lebih dari 30 cm dengan tujuan untuk mendapatkan kondisi tanah yang gembur atau remah dan membersihkan tanaman pengganggu. Setelah itu tanah dibiarkan 2-4 minggu agar gas-gas beracun menguap serta bibit penyakit dan hama akan mati terkena sinar matahari. Apabila pada pengolahan tanah pertama dirasakan belum juga gembur, maka dapat dilakukan pengolahan tanah yang kedua sekitar 2-3 minggu sebelum tanam dan sekaligus diberikan pupuk kandang dengan dosis 1.500-2.500 kg.
3. Pembentukan Bedengan : Pada daerah-daerah yang kondisi air tanahnya jelek dan sekaligus untuk encegah terjadinya genangan air, sebaiknya tanah diolah menjadi bedengan-bedengan engan ukuran tinggi 20-30 cm, lebar 80-100 cm, sedangkan anjangnya disesuaikan dengan kondisi lahan.
4. Pengapuran : Pada tanah dengan pH rendah, sebagian besar unsur-unsur hara didalamnya, Terutama fosfor (p) dan calcium (Ca) dalam keadaan tidak tersedia atau sulit diserap. Kondisi tanah yang masam ini dapat menjadi media perkembangan beberapa cendawan penyebab penyakit fusarium sp dan pythium sp. Pengapuran juga berfungsi menambah unsur kalium yang sangat diperlukan tanaman untuk mengeraskan bagian tanaman yang berkayu, merangsang pembentukan bulu-bulu akar, mempertebal dinding sel buah dan merangsang pembentukan biji.
1. Derajat keasaman < 4 (paling asam): kebutuhan dolomit > 10 ton/ha.
2. Derajat keasaman 5 (asam): kebutuhan dolomit 5.5 ton/ha.
3. Derajat keasaman 6 (agak asam): kebutuhan dolomit 0.8 ton/ha.
6.3. Teknik Penanaman.
1. Penentuan Pola Tanaman : Pembudidayaan jahe secara monokultur pada suatu daerah tertentu memang dinilai cukup rasional, karena mampu memberikan produksi dan produksi tinggi. Namun di daerah, pembudidayaan tanaman jahe secara monokultur kurang dapat diterima karena selalu menimbulkan kerugian. Penanaman jahe secara tumpangsari dengan tanaman lain mempunyai keuntungan-keuntungan sebagai berikut:
1. Mengurangi kerugian yang disebabkan naik turunnya harga.
2. Menekan biaya kerja, seperti: tenaga kerja pemeliharaan tanaman.
3. Meningkatkan produktivitas lahan.
4. Memperbaiki sifat fisik dan mengawetkan tanah akibat rendahnya pertumbuhan gulma (tanaman pengganggu). Praktek di lapangan, ada jahe yang ditumpangsarikan dengan sayur-sayuran, seperti ketimun, bawang merah, cabe rawit, buncis dan lain-lain. Ada juga yang ditumpangsarikan dengan palawija, seperti jagung, kacang tanah dan beberapa kacang-kacangan lainnya.
2. Pembutan Lubang Tanam : Untuk menghindari pertumbuhan jahe yang jelek, karena kondisi air tanah yang buruk, maka sebaiknya tanah diolah menjadi bedengan-bedengan. Selanjutnya buat lubang-lubang kecil atau alur sedalam 3-7,5 cm untuk menanam bibit.
3. Cara Penanaman : Cara penanaman dilakukan dengan cara melekatkan bibit rimpang secara rebah ke dalam lubang tanam atau alur yang sudah disiapkan.
4. Perioda Tanam : Penanaman jahe sebaiknya dilakukan pada awal musim hujan sekitar bulan September dan Oktober. Hal ini dimungkinkan karena tanaman muda akan membutuhkan air cukup banyak untuk pertumbuhannya.
6.4. Pemeliharaan Tanaman
1. Penyulaman : Sekitar 2-3 minggu setelah tanam, hendaknya diadakan untuk melihat rimpang yang mati. Bila demikian harus segera dilaksanakan penyulaman agar pertumbuhan bibit sulaman itu tidak jauh tertinggal dengan tanaman lain, maka sebaiknya dipilih bibit rimpang yang baik serta pemeliharaan yang benar.
2. Penyiangan : Penyiangan pertama dilakukan ketika tanaman jahe berumur 2-4 minggu kemudian dilanjutkan 3-6 minggu sekali. Tergantung pada kondisi tanaman pengganggu yang tumbuh. Namun setelah jahe berumur 6-7 bulan, sebaiknya tidak perlu dilakukan penyiangan lagi, sebab pada umur tersebut rimpangnya mulai besar..
3. Pembubunan : Tanaman jahe memerlukan tanah yang peredaran udara dan air dapat berjalan dengan baik, maka tanah harus digemburkan. Disamping itu tujuan pembubunan untuk menimbun rimpang jahe yang kadang-kadang muncul ke atas permukaan tanah. Apabila tanaman jahe masih muda, cukup tanah dicangkul tipis di sekeliling rumpun dengan jarak kurang lebih 30 cm. Pada bulan berikutnya dapat diperdalam dan diperlebar setiap kali pembubunan akan berbentuk gubidan dan sekaligus terbentuk sistem pengairan yang berfungsi untuk menyalurkan kelebihan air. Pertama kali dilakukan pembumbunan pada waktu tanaman jahe berbentuk rumpun yang terdiri atas 3-4 batang semu, umumnya pembubunan dilakukan 2-3 kali selama umur tanaman jahe. Namun tergantung kepada kondisi tanah dan banyaknya hujan.
4. Pemupukan :
1. Pemupukan Organik : Pada pertanian organik yang tidak menggunakan bahan kimia termasuk pupuk buatan dan obat-obatan, maka pemupukan secara organik yaitu dengan menggunakan pupuk kompos organik atau pupuk kandang dilakukan lebih sering disbanding kalau kita menggunakan pupuk buatan. Adapun pemberian pupuk kompos organik ini dilakukan pada awal pertanaman pada saat pembuatan guludan sebagai pupuk dasar sebanyak 60 – 80 ton per hektar yang ditebar dan dicampur tanah olahan. Untuk menghemat pemakaian pupuk kompos dapat juga dilakukan dengan jalan mengisi tiap-tiap lobang tanam di awal pertanaman sebanyak 0.5 – 1kg per tanaman. Pupuk sisipan selanjutnya dilakukan pada umur 2 – 3 bulan, 4 – 6 bulan, dan 8 – 10 bulan. Adapun dosis pupuk sisipan sebanyak 2 – 3 kg per tanaman. Pemberian pupuk kompos ini biasanya dilakukan setelah kegiatan penyiangan dan bersamaan dengan kegiatan pembubunan.
2. Pemupukan Konvensional : Selain pupuk dasar (pada awal penanaman), tanaman jahe perlu diberi pupuk susulan kedua (pada saat tanaman berumur 2-4 bulan). Pupuk dasar yang digunakan adalah pupuk organik 15-20 ton/ha. Pemupukan tahap kedua digunakan pupuk kandang dan pupuk buatan (urea 20 gram/pohon; TSP 10 gram/pohon; dan ZK 10 gram/pohon), serta K2O (112 kg/ha) pada tanaman yang berumur 4 bulan. Pemupukan juga dilakukan dengan pupuk nitrogen (60 kg/ha), P2O5 (50 kg/ha), dan K2O (75 kg/ha). Pupuk P diberikan pada awal tanam, pupuk N dan K diberikan pada awal tanam (1/3 dosis) dan sisanya (2/3 dosis) diberikan pada saat tanaman berumur 2 bulan dan 4 bulan. Pupuk diberikan dengan ditebarkan secara merata di sekitar tanaman atau dalam bentuk alur dan ditanam di sela-sela tanaman.
5. Pengairan dan Penyiraman : Tanaman Jahe tidak memerlukan air yang terlalu banyak untuk pertumbuhannya, akan tetapi pada awal masa tanam diusahakan penanaman pada awal musim hujan sekitar bulan September;
6. Waktu Penyemprotan Pestisida : Penyemprotan pestisida sebaiknya dilakukan mulai dari saat penyimpanan bibit yang untuk disemai dan pada saat pemeliharaan. Penyemprotan pestisida pada fase pemeliharaan biasanya dicampur dengan pupuk organik cair atau vitamin-vitamin yang mendorong pertumbuhan jahe.

7. HAMA DAN PENYAKIT
7.1. Hama
Hama yang dijumpai pada tanaman jahe adalah:
1. Kepik, menyerang daun tanaman hingga berlubang-lubang.
2. Ulat penggesek akar, menyerang akar tanaman jahe hingga menyebabkan tanaman jahe menjadi kering dan mati.
3. Kumbang.
7.2. Penyakit
1. Penyakit layu bakeri
o Gejala: Mula-mula helaian daun bagian bawah melipat dan menggulung kemudian terjadi perubahan warna dari hijau menjadi kuning dan mengering. Kemudian tunas batang menjadi busuk dan akhirnya tanaman mati rebah. Bila diperhatikan, rimpang yang sakit itu berwarna gelap dan sedikit membusuk, kalau rimpang dipotong akan keluar lendir berwarna putih susu sampai kecoklatan. Penyakit ini menyerang tanaman jahe pada umur 3-4 bulan dan yang paling berpengaruh adalah faktor suhu udara yang dingin, genangan air dan kondisi tanah yang terlalu lembab.
o Pengendalian:
 jaminan kesehatan bibit jahe;
 karantina tanaman jahe yang terkena penyakit;
 pengendalian dengan pengolahan tanah yang baik;
 pengendalian fungisida dithane M-45 (0,25%), Bavistin (0,25%)
2. Penyakit busuk rimpang
o Penyakit ini dapat masuk ke bibit rimpang jahe melalui lukanya. Ia akan tumbuh dengan baik pada suhu udara 20-25 derajat C dan terus berkembang akhirnya menyebabkan rimpang menjadi busuk.
o Gejala: Daun bagian bawah yang berubah menjadi kuning lalu layu dan akhirnya tanaman mati.
o Pengendalian:.
 penggunaan bibit yang sehat;
 penerapan pola tanam yang baik;
 penggunaan fungisida.
3. Penyakit bercak daun
o Penyakit ini dapat menular dengan bantuan angin, akan masuk melalui luka maupun tanpa luka.
o Gejala: Pada daun yang bercak-bercak berukuran 3-5 mm, selanjutnya bercak-bercak itu berwarna abu-abu dan ditengahnya terdapat bintik-bintik berwarna hitam, sedangkan pinggirnya busuk basah. Tanaman yang terserang bisa mati.
o Pengendalian: baik tindakan pencegahan maupun penyemprotan penyakit bercak daun sama halnya dengan cara-cara yang dijelaskan di atas.
7.3. Gulma
Gulma potensial pada pertanaman temu lawak adalah gulma kebun antara lain adalah rumput teki, alang-alang, ageratum, dan gulma berdaun lebar lainnya.
7.4. Pengendalian hama/penyakit secara organik
Dalam pertanian organik yang tidak menggunakan bahan-bahan kimia berbahaya melainkan dengan bahan-bahan yang ramah lingkungan biasanya dilakukan secara terpadu sejak awal pertanaman untuk menghindari serangan hama dan penyakit tersebut yang dikenal dengan PHT (Pengendalian Hama Terpadu) yang komponennya adalah sbb:
1. Mengusahakan pertumbuhan tanaman yang sehat yaitu memilih bibit unggul yang sehat bebas dari hama dan penyakit serta tahan terhadap serangan hama dari sejak awal pertanaman
2. Memanfaatkan semaksimal mungkin musuh-musuh alami
3. Menggunakan varietas-varietas unggul yang tahan terhadap serangan hama dan penyakit.
4. Menggunakan pengendalian fisik/mekanik yaitu dengan tenaga manusia.
5. Menggunakan teknik-teknik budidaya yang baik misalnya budidaya tumpang sari dengan pemilihan tanaman yang saling menunjang, serta rotasi tanaman pada setiap masa tanamnya untuk memutuskan siklus penyebaran hama dan penyakit potensial.
6. Penggunaan pestisida, insektisida, herbisida alami yang ramah lingkungan dan tidak menimbulkan residu toksik baik pada bahan tanaman yang dipanen ma maupun pada tanah. Disamping itu penggunaan bahan ini hanya dalam keadaan darurat berdasarkan aras kerusakan ekonomi yang diperoleh dari hasil pengamatan.
Beberapa tanaman yang dapat dimanfaatkan sebagai pestisida nabati dan digunakan dalam pengendalian hama antara lain adalah:.
1. Tembakau (Nicotiana tabacum) yang mengandung nikotin untuk insektisida kontak sebagai fumigan atau racun perut. Aplikasi untuk serangga kecil misalnya Aphids.
2. Piretrum (Chrysanthemum cinerariaefolium) yang mengandung piretrin yang dapat digunakan sebagai insektisida sistemik yang menyerang urat syaraf pusat yang aplikasinya dengan semprotan. Aplikasi pada serangga seperti lalat rumah, nyamuk, kutu, hama gudang, dan lalat buah.
3. Tuba (Derris elliptica dan Derris malaccensis) yang mengandung rotenone untuk insektisida kontak yang diformulasikan dalam bentuk hembusan dan
semprotan.
4. Neem tree atau mimba (Azadirachta indica) yang mengandung azadirachtin yang bekerjanya cukup selektif. Aplikasi racun ini terutama pada serangga penghisap seperti wereng dan serangga pengunyah seperti hama penggulung daun (Cnaphalocrocis medinalis). Bahan ini juga efektif untuk menanggulangi serangan virus RSV, GSV dan Tungro.
5. Bengkuang (Pachyrrhizus erosus) yang bijinya mengandung rotenoid yaitu pakhirizida yang dapat digunakan sebagai insektisida dan larvasida.
6. Jeringau (Acorus calamus) yang rimpangnya mengandung komponen utama asaron dan biasanya digunakan untuk racun serangga dan pembasmi cendawan, serta hama gudang Callosobrocus.

8. PANEN
1. Ciri dan Umur Panen : Pemanenan dilakukan tergantung dari penggunaan jahe itu sendiri. Bila kebutuhan untuk bumbu penyedap masakan, maka tanaman jahe sudah bisa ditanam pada umur kurang lebih 4 bulan dengan cara mematahkan sebagian rimpang dan sisanya dibiarkan sampai tua. Apabila jahe untuk dipasarkan maka jahe dipanen setelah cukup tua. Umur tanaman jahe yang sudah bisa dipanen antara 10-12 bulan, dengan ciri-ciri warna daun berubah dari hijau menjadi kuning dan batang semua mengering. Misal tanaman jahe gajah akan mengering pada umur 8 bulan dan akan berlangsung selama 15 hari atau lebih.
2. Cara Panen : Cara panen yang baik, tanah dibongkar dengan hati-hati menggunakan alat garpu atau cangkul, diusahakan jangan sampai rimpang jahe terluka. Selanjutnya tanah dan kotoran lainnya yang menempel pada rimpang dibersihkan dan bila perlu dicuci. Sesudah itu jahe dijemur di atas papan atau daun pisang kira-kira selama 1 minggu. Tempat penyimpanan harus terbuka, tidak lembab dan penumpukannya jangan terlalu tinggi melainkan agak disebar.
3. Periode Panen. : Waktu panen sebaiknya dilakukan sebelum musim hujan, yaitu diantara bulan Juni – Agustus. Saat panen biasanya ditandai dengan mengeringnya bagian atas tanah. Namun demikian apabila tidak sempat dipanen pada musim kemarau tahun pertama ini sebaiknya dilakukan pada musim kemarau tahun berikutnya. Pemanenan pada musim hujan menyebabkan rusaknya rimpang dan menurunkan kualitas rimpang sehubungan dengan rendahnya bahan aktif karena lebih banyak kadar airnya.
4. Perkiraan Hasil Panen : Produksi rimpang segar untuk klon jahe gajah berkisar antara 15-25 ton/hektar, sedangkan untuk klon jahe emprit atau jahe sunti berkisar antara 10-15 ton/hektar.

9. PASCAPANEN
1. Penyortiran Basah dan Pencucian : Sortasi pada bahan segar dilakukan untuk memisahkan rimpang dari kotoran berupa tanah, sisa tanaman, dan gulma. Setelah selesai, timbang jumlah bahan hasil penyortiran dan tempatkan dalam wadah plastik untuk pencucian. Pencucian dilakukan dengan air bersih, jika perlu disemprot dengan air bertekanan tinggi. Amati air bilasannya dan jika masih terlihat kotor lakukan pembilasan sekali atau dua kali lagi. Hindari pencucian yang terlalu lama agar kualitas dan senyawa aktif yang terkandung didalam tidak larut dalam air. Pemakaian air sungai harus dihindari karena dikhawatirkan telah tercemar kotoran dan banyak mengandung bakteri/penyakit. Setelah pencucian selesai, tiriskan dalam tray/wadah yang belubang-lubang agar sisa air cucian yang tertinggal dapat dipisahkan, setelah itu tempatkan dalam wadah plastik/ember.
2. Perajangan : Jika perlu proses perajangan, lakukan dengan pisau stainless steel dan alasi bahan yang akan dirajang dengan talenan. Perajangan rimpang dilakukan melintang dengan ketebalan kira-kira 5 mm – 7 mm. Setelah perajangan, timbang hasilnya dan taruh dalam wadah plastik/ember. Perajangan dapat dilakukan secara manual atau dengan mesin pemotong.
3. Pengeringan : Pengeringan dapat dilakukan dengan 2 cara, yaitu dengan sinar matahari atau alat pemanas/oven. pengeringan rimpang dilakukan selama 3 - 5 hari, atau setelah kadar airnya dibawah 8%. pengeringan dengan sinar matahari dilakukan diatas tikar atau rangka pengering, pastikan rimpang tidak saling menumpuk. Selama pengeringan harus dibolak-balik kira-kira setiap 4 jam sekali agar pengeringan merata. Lindungi rimpang tersebut dari air, udara yang lembab dan dari bahan-bahan disekitarnya yang bisa mengkontaminasi..Pengeringan di dalam oven dilakukan pada suhu 50 ° C - 60 ° C. Rimpang yang akan dikeringkan ditaruh di atas tray oven dan pastikan bahwa rimpang tidak saling menumpuk. Setelah pengeringan, timbang jumlah rimpang yang dihasilkan
4. Penyortiran Kering. : Selanjutnya lakukan sortasi kering pada bahan yang telah dikeringkan dengan cara memisahkan bahan-bahan dari benda-benda asing seperti kerikil, tanah atau kotoran-kotoran lain. Timbang jumlah rimpang hasil penyortiran ini (untuk menghitung rendemennya).
5. Pengemasan : Setelah bersih, rimpang yang kering dikumpulkan dalam wadah kantong plastik atau karung yang bersih dan kedap udara (belum pernah dipakai sebelumnya). Berikan label yang jelas pada wadah tersebut, yang menjelaskan nama bahan, bagian dari tanaman bahan itu, nomor/kode produksi, nama/alamat penghasil, berat bersih dan metode penyimpanannya.
6. Penyimpanan : Kondisi gudang harus dijaga agar tidak lembab dan suhu tidak melebihi 30 ° C dan gudang harus memiliki ventilasi baik dan lancar, tidak bocor, terhindar dari kontaminasi bahan lain yang menurunkan kualitas bahan yang bersangkutan, memiliki penerangan yang cukup (hindari dari sinar matahari langsung), serta bersih dan terbebas dari hama gudang.

10.ANALISIS EKONOMI BUDIDAYA TANAMAN
10.1. Analisis Usaha Budidaya
Perkiraan analisis usaha budidaya jahe seluas 1 ha; yang dilakukan petani pada tahun 1999 di daerah Bogor.
1. Biaya produksi
1. Bibit: 2.000 bh @ Rp. 1.700,- = Rp. 3.400.000,-
2. Pupuk
 Pupuk buatan:
 Urea 165 kg @ Rp. 1.100, = Rp. 181.500,-
 TSP 160 kg @ Rp. 1800,- = Rp. 288.000,-
 KCl 160 kg @ Rp. 1.600,- = Rp. 256.000,-
 Pupuk kandang 3.000 kg @ Rp. 150,- = Rp. 750.000,-
3. Obat 20 kg @ Rp. 15.000,- Rp. 300.000,-
4. Alat Rp. 180.000,
5. Bahan (mulsa) 20.000 m @ Rp. 150,- Rp. 3.000.000,-
6. Tenaga kerja 200 OH Rp. 2.000.000,-
7. Biaya Lain-lain Rp. 1.000.000,-
o Jumlah biaya produksi Rp. 11.355.500,-.
2. Penerimaan: 10.000 bh @ 1.500,-= Rp. 15.000.000,-
3. Keuntungan usaha tani Rp. 3.644.500,-
4. Parameter kelayakan usaha : a. B/C rasio = 1,321
10.2. Gambaran Peluang Agribisnis
Saat ini permintaan akan jahe oleh negara importir terus mengalami peningkatan, akan tetapi permintaan tersebut belum semuanya dapat dipenuhi mengingat produksi jahe masih terserap oleh kebutuhan dalam negeri. Dilihat dari segi harga, dari tahun 1991 hingga saat ini fluktuasi harga jahe basah maupun kering boleh dikatakan stabil. Dilihat dari segi permintaan, stabilitas harga serta produksi jahe dalam negeri prosepek agrobisnis jahe sangat cerah.

11.STANDAR PRODUKSI

1. Ruang Lingkup : Standar meliputi jenis dan standar mutu, cara pengambilan contoh dan syarat pengemasan.
2. Deskripsi : Standar mutu jahe di Indonesia tercantum dalam Standar Nasional Indonesia SNI– 01–3179–1992.
3. Klasifikasi dan Standar Mutu : Jahe diklasifikasikan menjadi 3 jenis mutu, yaitu: mutu I, II, III.
1. Syarat umum
1. Kesegaran jahe: segar
2. Rimpang bertunas: tidak ada
3. Kenampakan irisan melintang: cerah
4. Bentuk rimpang: utuh
5. Serangga hidup: bebas
2. Syarat Khusus
1. Ukuran berat:
 mutu I > 250 gram/rimpang;
 mutu II 150-249 gram/rimpang;
 mutu III dicantumkan sesuai hasil analisa <10%.
2. Rimpang yang terkelupas kulitnya (rimpang/jumlah rimpang):
 mutu I=0 %;
 mutu II=0 %;.§ mutu III<10 %.
3. Benda asing:
 mutu I=0 %;
 mutu II=0 %;
 mutu III<3 %
4. Rimpang berkapang (rimpang/jumlah rimpang):
 mutu I=0%;
 mutu II=0%;
 mutu III <10%
Untuk mendapatkan jenis jahe yang sesuai dengan standar mutu dilakukan pengujian,yang meliputi:
1. Penentuan benda-benda asing
1. Timbanglah sejumlah contoh yang beratnya diantara 100–200 gram.
2. Pisahkan benda-benda yang akan ditentukan persentase bobotnya dan dipindahkan pada kaca arloji yang telah ditera.
3. Kaca arloji beserta benda asing tersebut ditimbang pada neraca analitik.
4. Perbedaan kedua penimbang tersebut menunjukan jumlah benda asing dalam cuplikan yang diuji.
2. Penentuan kadar serat
1. Keringkan kira-kira 5 gram cuplikan untuk pengujian didalam sebuah oven udara listrik 105 + ˜1 derajat C, sampai berat tetap.
2. Timbanglah dengan teliti kira-kira 2,5 gram bahan yang telah dikeringkan itu ke dalam sebuah thimble
3. ekstraklah dengan petroleum eter (titik didih 40-60 derajat C) selama kira-kira 1 jam dengan menggunakan sebuah alat soxhlet.
4. Pindahkan bahan yang telah bebas lemak tersebut kedalam sebuah labu berkapasitas 1 liter.
5. Ambillah 200 ml asam sulfat encer, tempatkanlah dalam sebuah gelas piala, didihkanlaah seluruh asam yang mendidih itu kedalam labu yang telah berisi bahan bebas lemak tersebut di atas.
6. Lengkapilah segera labu itu dengan pendingin balik yang dialiri air, dan panaskanlah sedemikian rupa sehingga labu mendidih setelah satu menit.
7. Goyang-goyanglah labu agak sering sambil menghindari tertinggalnya bahan pada dinding labu yang tak bersentuhan dengan asam.
8. Lanjutkanlah pendidihan selama tepat 30 menit.
9. Tanggalkanlah labu dan saringlah melalui kain halus (kira-kira 18 serat untuk setiap sentimeter) yang ditempatkan dalam sebuah corong penyaring dan cucilah dengan air mendidih sampai cucian tidak lagi bersifat asam terhadap lakmus.
10. Didihkanlah sejumlah larutan natrium hidroksida dengan menggunakan pendingin balik dan didihkanlah selama tepat 30 menit.
11. Tanggalkanlah labu itu dan saringlah dengan segera dengan kain penyaring.
12. Cucilah residum dengan baik dengan iar mendidih dan pindahkanlah kedalam krus gooch yang telah berisi lapisan tipis dan kompak asbes yang telah dipijarkan.
13. Cucilah residu dengan baik pertama-tama dengan air panas kemudian dengan kira-kira 15 ml etil alkohol 95%.
14. Keringkanlah Krus Gooch dan.isinya pada 105 +˜ 1 derajat C dalam oven udara sampai berat tetap.
15. Dinginkan dan timbanglah.
16. Pijarkan krus Gooch tersebut pada 600 + ˜20 derajat C dalam tanur suhu udara tinggi sampai seluruh bahan mengandung karbon terbakar.
17. Dinginkanlah krus Gooch yang berisi abu tersebut dalam sebuah eksikator dan timbanglah.
3. Penentuan kadar minyak
1. Timbanglah dengan teliti, mendekati 1 gram, kira-kira 35–40 gram cuplikan yang telah dipotong kecil-kecil sebelum dimasukan kedalam labu didih.
2. Tambahkanlah air sampai seluruh cuplikan tersebut terendam dan tambahkan pula ke dalamnya sejumlah batu didih.
3. Sambunglah labu didih dengan alat “Dean-Stark” sehingga dapat digunakan untuk pekerjaan destilasi dan panaskanlah labu didih tersebut beserta isinya.
Penyulingan dihentikan bila tidak ada lagi butir-butir minyak yang menetes bersama-sama air atau bila volume minyak dalam penampung tidak berubah dalam beberapa waktu. Biasanya penyulingan ini memerlukan waktu lebih kurang 6 jam. Rendamlah penampung beserta isinya kedalam air sehingga cairan didalamnya mencapai suhu udara kamar dan ukurlah volume minyak yang tertampung.
11.4. Pengambilan Contoh
1. Pengambilan contoh : Dari jumlah kemasan dalam satu partai jahe segar siap ekspor diambil sejumlah kemasan secara acak seperti dibawah ini, dengan maksimum berat tiap partai 20 ton.
1. Untuk jumlah kemasan dalam partai 1–100, contoh yang diambil 5.
2. Untuk jumlah kemasan dalam partai 101–300, contoh yang diambil adalah 7
3. Untuk jumlah kemasan dalam partai 301–500, contoh yang diambil adalah 9
4. Untuk jumlah kemasan dalam partai 501-1000, contoh yang diambil adalah 10
5. Untuk jumlah kemasan dalam partai di atas 1000, contoh yang diambil minimum 15.
6. Kemasan yang telah diambil, dituangkan isinya, kemudian diambil secara acak sebanyak 10 rimpang dari tiap kemasan sebagai contoh. Khusus untuk kemasan jahe segar berat 10 kg atau kurang, maka contoh yang diambil sebanyak 5 rimpang. Contoh yang telah diambil kemudian diuji untuk ditentukan mutunya.
2. Petugas pengambil contoh : Petugas pengambil contoh harus memenuhi syarat yaitu orang yang telah berpengalaman atau dilatih terlebih dahulu dan mempunyai ikatan dengan suatu badan hukum.
11.5. Pengemasan
Jahe segar disajikan dalam bentuk rimpang utuh, dikemas dengan jala plastik yang kuat, dengan berat maksimum 15 kg tiap kemasan, atau dikemas dengan keranjang bambu dengan berat sesuai kesepakatan anatara penjual dan pembeli. Dibagian luar dari tiap kemasan ditulis, dengan bahan yang tidak luntur, jelas terbaca antara lain:
• Produk asal Indonesia
• Nama/kode perusahaan/eksportir
• Nama barang
• Negara tujuan
• Berat kotor
• Berat bersih
• Nama pembeli

12.DAFTAR PUSTAKA
1. Anonimous. 1994. Hasil Penelitian Dalam Rangka Pemanfaatan Pestisida Nabati. Prosiding Seminar di Bogor 1 – 2 Desember 1993. Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat. Bogor. 311 Hal.
2. Anonimous. 1989. Vademekum Bahan Obat Alam. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Jakarta. 411 Hal.
3. Anonim, Mengenal Budidaya Jahe dan Prospek Jahe, Koperasi Daar El-Kutub, Jakarta, 1999
4. ----------, Ekspor Jahe Terbentur Musim, Info Agribisnis Trubus, Nomor. 335 Hal. 32, Juni 1999
5. ----------, Investasi Agribisnis Komoditas Unggulan Tanaman Pangan dan Holtikultura, Kanisius, Yogyakarta, 1999
6. Paimin, FB. Budidaya, Pengolahan, Perdagangan Jahe, Penebar Swadaya, Jakarta, 1999
7. Koswara, S. Jahe dan Hasil Olahannya, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta,1995
8. Santoso, HB. Jahe Gajah, Kanisius, Yogyakarta, 1994
9. Yoganingrum, A.Paket Informasi Teknologi Budidaya dan Pasca Panen, Pusat Dokumentasi dan Informasi Ilmiah-LIPI, Jakarta, 1999
10. Paimin F.B., Murhananto, Budidaya Pengolahan Perdagangan Jahe, Penebar Swadaya, Jakarta, 1998

KINA ( Chinchona spp. )


1. SEJARAH SINGKAT
Kina merupakan tanaman obat berupa pohon yang berasal dari Amerika Selatan di sepanjang pegunungan Andes yang meliputi wilayah Venezuela, Colombia, Equador, Peru sampai Bolivia. Daerah tersebut meliputi hutan-hutan pada ketinggian 900-3.000 m dpl. Bibit tanaman kina yang masuk ke Indonesia tahun 1852 berasal dari Bolivia, tetapi tanaman kina yang tumbuh dari biji tersebut akhirnya mati. Pada tahun 1854 sebanyak 500 bibit kina dari Bolivia ditanam di Cibodas dan tumbuh 75 pohon yang terdiri atas 10 klon. Nama daerah : kina, kina merah, kina kalisaya, kina ledgeriana

2. URAIAN TANAMAN
2.1 Klasifikasi
• Divisi : Spermatophyta
• Sub divisi : Angiospermae
• Kelas : Monocotyledonae
• Keluarga : Rubiaceae
• Genus : Chinchona
• Spesies : Chinchona spp.
2.2 Deskripsi
1. C. succirubra : Tanaman berupa pohon dengan tinggi hingga 17m, cabang berbentuk galah yang bersegi 4 pada ujungnya, mula-mula berbulu padat dan pendek kemudian agak gundul dan berwarna merah. Daun letaknya berhadapan dan berbentuk elips, lama kelamaan menjadi lancip atau bundar, warna hijau sampai kuning kehijauan, daun gugur berwarna merah. Tulang daun terdiri dari 11 – 12 pasang, agak menjangat, berbentuk galah, daun penumpu sebagian berwarna merah, sangat lebar. Ukuran daun panjang 24 – 25cm, lebar 17 –19cm. Kelopak bunga berbentuk tabung, bundar, bentuk gasing,
bergigi lebar bentuk segitiga, lancip. Bunga wangi, bentuk bulat telur sampai gelendong.
2. C. calisaya : Letak daun berhadapan, bentuk bundar sungsang lonjong, panjang 8 –15cm, lebar 3 – 6cm, permukaan bagian bawah berbulu halus seperti beludru terutama pada daun yang masih muda, panjang tangkai 1 – 1.5cm. Daun penumpu lebih panjang dari tangkai daun, bila sudah terbuka daun penumpu akan gugur. Bunga bentuk malai, berbulu halus, bunga mengumpul di setiap ujung perbungaan, kelopak bentuk tabung dan bergigi pada bagian atasnya. Bunga bentuk bintang, berbau wangi dengan ukuran panjang 9mm, helaian mahkota bunga bagian dalam berwarna merah menyala, berbulu rapat dan pendek, panjang benang sari setengan bagian tabung bunga. Buah berwarna kemerahan bila masak, bentuk seperti trelur panjang 4mm dan bersayap.
3. C. ledgeriana : Tinggi pohon antara 4 – 10m, cabang bentuk segi empat, berbulu halus atau lokos. Daun elip sampai lanset, bagian pangkal lancip dan tirus, ujung daun lancip dan jorong, helaian tipis, berwarna ungu terang tetapi daun muda
berwarna kemerahan, tangkai daun tidak berbulu, berwarna hijau atau kemerahan, panjang tangkai 3 – 6mm. Ukuran daun panjang 25.5 – 28.5cm, lebar 9 – 13cm, namun adakalanya panjang 7cm dan lebar 2cm. Daun penumpu bundar sampai lonjong panjang 17 – 32mm dan tidak berbulu. Mahkota bunga berwarna kuning agak putih dan berbau wangi, bentuk melengkung dengan ukuran panjang 8 – 12mm. Panjang malai 7 – 18cm dan gagang segi empat sangat pendek dan berbulu rapat. Kelopak bunga bentuk limas sungsang 3 – 4mm, tabung tebal ditutupi bulu warna putih, tabung mahkota bunga bagian luarnya berbulu pendek tapi bagian dalamnya gundul dengan 5 sudut. Tangkai sari tidak ada. Buah lanset sampai bulat telur dengan ukuran panjang 8 – 12mm dan lebar 3 – 4mm. Biji lonjong sampai lanset panjang 4 – 5mm.
2.3 Jenis Tanaman
Dari sekian banyaknya spesies kina di Indonesia, hanya 2 spesies yang penting yaitu C. succirubra Pavon (kina succi) yang dipakai sebagai batang bawah dan C. ledgriana (kina ledger) sebagai bahan tanaman batang atas..Klon-klon unggul yang dianjurkan adalah antara lain: Cib 6, KP 105, KP 473, KP 484dan QRC. C. calisaya Wedd. (kina kalisaya) juga banyak dikenal dan ditanam oleh masyarakat.

3. MANFAAT TANAMAN
Kulit kina banyak mengandung alkaloid-alkaloid yang berguna untuk obat. Di antara alkaloid tersebut ada dua alkaloid yang sangat penting yaitu kinine untuk penyakit malaria dan kinidine untuk penyakit jantung. Manfaat lain dari kulit kina ini antara lain adalah untuk depuratif, influenza, disentri, diare, dan tonik.

4. SENTRA PENANAMAN
Sentra produksi kina di Indonesia adalah Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur dan Sumatra Barat.

5. SYARAT PERTUMBUHAN
5.1. Iklim
1. Angin yang kencang dan lama menyebabkan banyak kerusakan karena patahnya cabang dan gugurnya daun.
2. Curah hujan tahunan untuk lokasi budidaya kina yang ideal adalah 2.000-3.000mm/ tahun dan merata sepanjang tahun.
3. Tanaman ini memerlukan penyinaran matahari yang tidak terlalu terik.
4. Tanaman tumbuh baik pada temperatur antara 13,5-21 derajat C.
5. Tanaman menghendaki daerah beriklim lembab dengan kelembaban relatif harian minimum dalam satu tahun 68 % dan 97 %.
5.2. Media Tanam
1. Tanah yang cocok untuk tanaman kina adalah subur, gembur, banyak mengandung bahan organik, tidak bercadas dan berbatu.
2. Derajat keasaman (pH) antara 4,6-6,5 dengan pH optimum 5,8.
5.3. Ketinggian Tempat
Di daerah asalnya di pegunungan Andes tanaman ini tumbuh pada ketinggian 1050 – 1500 m diatas permukaan laut (dpl). Di Indonesia tanaman ini menyukai daerah dengan ketinggian 800-2.000 m dpl dengan ketinggian optimum untuk budidaya tanaman kina adalah 1.400-1.700 m dpl.
6. PEDOMAN BUDIDAYA
6.1. Pembibitan.Pada kebun produksi, kina diperbanyak dengan cara vegetatif. Penyediaan bahan tanaman dilaksanakan dengan semai sambung, stek sambung, semai ledger, dan stek ledger. Di Indonesia penyiapan dilakukan dengan cara stek sambung.
1. Pembibitan Semai Sambung
1. Batang bawah : Batang bawah adalah semai kina succi yang ditanam di kebun dan batang atas entres kina ledger. Penyambungan dilaksanakan pada saat bibit bawah berumur 8-12 bulan, tinggi 30-40 cm dan diameter batang 1 cm. Satu-dua minggu sebelum penyambungan daun semai succi dirempel sampai ketinggian 20-25 cm dari permukaan tanah.
2. Entres batang atas : Didapat dari tanaman berumur 3-5 tahun dengan daya regenerasi optimal. Setiap 5 tahun pohon induk entres dipangkas setinggi 1 m dari permukaan tanah agar ranting entres selalu muda.
3. Penyambungan : Batang bawah, pada ketinggian 4-5 cm dari permukaan tanah, disayat dari atas ke bawah sepanjang 1,5 cm. Siapkan entres kina ledger (1 cm) yang daunnya sudah dibuang dan runcingkan bagian bawah entres. Selipkan entres ke sayatan di batang bawah, ikat dengan tali bambu dan oleskan lilin sambungan penutup luka (lilin dicairkan dulu) sampai tertutup rapat. Penyambungan dilakukan sekitar pukul 12.00, jika cuaca tidak terik dapat dilakukan sampai pukul 14.00. Setelah sambungan berumur 3 minggu tunas entres telah tumbuh, pucuk batang bawah succi dipotong. Pada saat umur 7-8 minggu panjang tunas 3-4 cm batang bawah dipotong setengahnya. Setelah berumur 12 minggu dan panjang tunas sambungan 12 cm, batang suci dipotong kira-kira 1 cm dari sambungan.
4. Pemeliharaan : Pemeliharaan yang dilakukan selama periode persemaian bibit ini (disebut persemaian II) adalah penyiangan, pemberantasan hama-penyakit dan pemupukan. Pupuk diberikan setiap 3 bulan dimulai pada waktu bibit sambungan berumur 2 bulan dan berakhir 1 bulan sebelum dicabut (dipindahtanam). Pupuk berupa 160-200 g Urea, 80-100 g TSP dan 160-200 g KCl yang diberikan dalam larikan sedalam 2-3 cm di antara barisan bibit setelah disiangi.
5. Pindah tanam : Bibit dipindahkan ke kebun produksi saat berumur 1 tahun di persemaian II, tinggi 40 - 50 cm dan akar tunggang 50 cm. Seminggu sebelum bibit dibongkar 2/3 bagian daun dibuang dan sehari sebelum dibongkar tanah pembibitan disiram air sampai basah. 50 bibit diikat menjadi satu.
2. Pembibitan Stek Sambung.
1. Batang bawah Succi : Berasal dari batang muda atau tunas-tunas dari bekas tebangan, bukan dari cabang. Pohon induk yang baik dipilih dari pohon yang pertumbuhannya cepat dan mudah berakar dalam penyetekan. Bahan stek diambil setelah tunas berumur 8-12 bulan dan, mempunyai ukuran sebesar pinsil.
2. Batang atas ledger : Pohon induk batang atas ledger dipilih dari klon-klon yang dianjurkan. Pohon induk ditanam pada jarak 1,25 cmx1,25 cm, lokasi kebun dipilih datar, dekat tempat pembibitan. Pohon induk yang siap diambil
steknya pada umur 3-5 tahun.
3. Bahan tanaman dan penyambungan : Batang bawah succi yang baik diambil dari pertumbuhan tunas berumur 10-12 bulan yang dipotong pada pohon induk sampai pangkal pangkasan. Semua daun dibuang, batang dibungkus dengan batang pisang dan disimpan di tempat teduh. Bahan stek diambil dari bagian batang yang masih berair, berwarna coklat muda dan agak tua. Batang dipotong miring 45-60° menjadi stek-stek berukuran 10 cm dengan satu mata tunas. Bagian sisi ujung atas batang bawah dibelah sedalam 1,5-2,0 cm untuk menyelipkan batang atas. Pohon induk batang atas ledger terbaik berumur 3-5 tahun setelah pemangkasan. Batang atas hanya diambil pucuknya sekitar 12 cm, terdiri dari 3-4 ruas paling ujung. Pangkal pucuk dipotong runcing sepanjang 2 cm. Batang atas diselipkan ke belahan batang bawah, diikat dengan tali bambu.
4. Media tanam : Pembibitan stek sambung dilakukan di kantung plastik/polibag ukuran 12x25 cm. Pada sekeliling dan di tengah polibag bagian bawah diberi luang-lubang. Media tanaman berupa tanah andosol dengan pH 4,6- 6,0 yang diisikan ke dalam polibag sebanyak 2/3 bagiannya. Sebelumnya tanah disterilkan dengan larutan Trimaton 150 ml/15 l atau Vapam 250 ml/15 l untuk 1 m 3 .
5. Penanaman stek : Media dalam polibag disiram sampai lembab, oleskan Rootone (perangsang akar) pada ujung tanaman stek sambung lalu tanamkan pada media sedalam 5 cm. Padatkan tanah di sekitar stek supaya tanaman tegak.
6. Penyungkupan : Bedengan diberi sungkup plastik dengan rangka dari bambu, besi atau kawat dengan jari-jari 50-70 cm dengan tinggi puncak 70 cm. Sungkup jangan bocor dan air hujang yang menggenangi plastik harus dibuang.
7. Pemeliharaan : Penyiraman dilakukan 3-4 minggu sekali. Sungkup dibuka setelah stek berumur 3-4 bulan dan tinggi 20-25 cm. Pembukaan dilakukan secara bertahap. Jika hujan, sungkup ditutup. Pada bulan ke 6 sungkup dibuka sama sekali dan pada bulan ke 7 dilakukan seleksi bibit. Tanaman diberi pupuk daun Gandasil atau Bayfolan 0,2-0,3% setiap minggu atau urea 0,2%. Pemupukan hanya dilakukan pada bibit yang tumbuhnya lambat sebanyak 1-5 g NPK 15-15-15/polibag. Penyiangan.dilakukan dengan tangan, penyemprotan insektisida dilakukan jikaada gejala serangan.
8. Pindah tanam : Bibit dipindahkan ke kebun setelah berumur 10-12 bulan, tinggi 40-50 cm. Dan akar telah mencapai dasar polibag.
3. Pembibitan Semai Ledger
1. Bibit semai kina ledger : Adalah bibit semai dari biji kina ledger yang berasal dari poliklonal dengan klon-klon yang terpilih dan dipelihara khusus. Penyiapan bibit relatif singkat hanya 1,5 tahun karena tidak perlu penyambungan.
2. Persemaian : Dilakukan langsung pada bedengan atau dengan memakai polibag berukuran 12 x 25 cm berisi tanah hutan.
3. Pindah tanam : Bibit dipindahtanamkan pada umur 1 tahun dan tinggi 40-50 cm. Bibit dari bedengan dipindahkan dengan cara dicabut sedangkan bibit dari polibag dipindahkan dengan tanahnya setelah polibag disobek dengan hati-hati.
4. Pembibitan Stek Ledger
1. Stek ledger : Setek ledger adalah bibit kina dari pucuk ledger. Tanaman kina ledger umumnya sulit dikembangbiakan dengan stek. Bahan stek yang digunakan adalah pucuk, dari pohon induk yang telah berumur 3-5 tahun, dan setiap 3-5 tahun harus dipangkas setinggi 25-30 cm dari sambungan. Pohon induk ditanam dari bibit semai sambung dengan jarak tanam 1,25x1,25 m. Bahan stek dipilih dari pucuk yang coklat muda, masih berair tetapi sudah agak tua dengan panjang 20-25 cm dan dipetik di pagi hari. Panjang stek 12-15 cm terdiri dari 3-4 ruas. Sebelum ditanam daun dibuang /dirompes setengahnya.
2. Pembibitan : Persiapan pembibitan, media, bedengan, penanaman stek, penyungkupan dan pemeliharaan sama dengan pembibitan stek sambung. Bibit dipindahtanamkan ke lapangan umur 10-12 bulan, tinggi rata-rata 40-50 cm.
6.2. Pengolahan Media Tanam
Pengolahan tanah dimaksudkan untuk mendapatkan tanah yang gembur, bersih dari tunggul sisa-sisa akar dan gulma. Pengolahan tanah pertama dilakukan dengan pencangkulan tanah sedalam 60 cm, dan pengolahan tanah ke dua sedalam 40 cm dilakukan 2-3 minggu setelah pengolahan tanah pertama. Pada pertanian organic saat pengolahan tanah yang kedua yaitu menghancurkan bongkahan dan membuat struktur tanah lebih remah dan gembur, juga dilakukan penebaran pupuk kandang atau kompos sekitar 50 – 60 ton per hektar sebagai pupuk dasar..
1. Persiapan Lahan : Setelah pengolahan tanah dilakukan pengukuran dan pematokan dengan memberi tanda, setiap 20 m ke arah mendatar, ke arah kemiringan atas dan bawah. Dengan demikian terbentuk petakan-petakan areal seluas 20 x 20 m2 = 400m 2 yang disebut satu patok. Tanda-tanda patok berupa hanjuang dipelihara dengan baik dan mati segera diganti.
2. Pengapuran : Pengapuran hanya dilakukan jika pH tanah lebih rendah dari 4,5 dengan dosis kapur yang sesuai dengan keperluan. Kapur berupa dolomit, kalsit, dicampurkan merata 100gram/lubang.
3. Pemupukan (sebelum tanam) : Pupuk untuk memacu pertumbuhan bibit diberi 50 gram TSP. Diberikan dalam larikan sekitar tanaman.
6.3. Teknik Penanaman
1. Penentuan Pola Tanaman : Pola penanaman tergantung tofografi lahan. Tiga macam jarak tanam yaitu jarak tanam rapat 75 cm x 75 cm, jarak tanam menengah 100 cm x 100 cm, dan jarak tanam lebar yaitu 1,25 cm x 1,25 cm. PTP Nusantara VIII di Bukit Tunggul menerapkan jarak tanam 100 x 150 cm dengan populasi tanaman per hektar sekitar 6.500.
2. Pembutan Lubang Tanam : Pengajiran untuk pedoman penanaman sehingga sesuai dengan pola dan jarak tanam yang dibuat. Lubang tanam dengan ukuran 20 cm x 20 cm x 40 cm (untuk bibit dari polibag) dan 30 cm x 30 cm x 40 cm (untuk bibit cabutan).
3. Cara Penanaman :
1. Bibit cabutan : Panjang akar bibit sekitar 30 cm, tinggi bibit 40-50 cm dan 2/3 daunnya dirompes. Masukkan bibit dengan tegak jangan miring. Tanah timbunan dipadatkan dengan cara diinjak dengan kaki, kemudian diratakan.
2. Bibit dalam Polibag : Polibag dibuka dengan cara menyobeknya lalu bibit ditanam bersama medianya, disangga dengan belahan bambu, ditimbun dengan tanah. Tanah di sekitar batang dipadatkan dan tanaman disiram.
3. Tanaman pelindung : Tanaman ini berfungsi sebagai penutup tanah dan memperbaiki iklim mikro agar lebih segar. Tanaman berupa legum Crotalaria
atauTephrosia yang ditanam selama 3 tahun.
4. Perioda Tanam : Masa penanaman sebaiknya dilakukan pada awal musim hujan yaitu pada bulan September dan biasanya di saat kondisi tidak terlalu terik untuk menghindari penguapan yang terlalu banyak dari bibit yang akan ditanam. Dengan menentukan masa tanam secara tepat maka akan menentukan
keberhasilan pertumbuhan tanaman.
6.4. Pemeliharaan Tanaman
1. Penyulaman : Penyulaman dilakukan satu bulan setelah penanaman, dilakukan secara terus-menerus sampai 3 bulan, menjelang kemarau. Penyulaman pada tahun ke tiga tidak dianjurkan. Kebutuhan bibit sulaman maksimum 10% dan pada tahun kedua 5%
2. Penyiangan : Penyiangan dimaksudkan untuk penggemburan tanah sedalam 10 cm dengan menggunakan cangkul. Penyiangan dilakukan 1,5–2 bulan sekali. Kegiatan penyiangan sampai umur 2-3 tahun.
3. Pembubunan : Untuk pertanaman kina sebenarnya tidak diperlukan kegiatan pembubunan karena memang tanaman ini merupakan tanaman pohon
yang berumur dalam. Namun demikian pada tanaman muda dapat dilakukan kegiatan ini untuk menimbun kembali tanah di sekitar daerah perakaran yang terbawa air dan dilakukan sekaligus pada saat pemberian pupuk organic kompos setiap 3 – 4 bulan sekali agar pertumbuhan perakarannya lebih baik.
4. Pemupukan :
1. Pemupukan Organik : Pemupukan secara organic dengan menggunakan pupuk kompos yang merupakan pupuk organic komplek bias diberikan sbb: Untuk tanaman muda dilakukan pemupukan secara rutin setiap 2 – 3 bulan sekali sebanyak 5 – 7 kg per tanaman. Sedangkan untuk
tanaman yang telah tua (diatas 3 tahun) bias dilakukan pemupukan kompos organic setiap 6 bulan sekali sebanyak 10 – 12 kg pertanaman. Adapun pemberian pupuk di sekitar batang tanaman di daerah perakaran dilakukan sekaligus dengan pekerjaan dangir dan penyiangan.
2. Pemupukan Konvensional
 Tanaman muda
 1 tahun: Urea 108 kg, TSP 62 kg, KCl 30 kg dan Kieserit 19 kg.
 2 tahun: Urea 173 kg, TSP 83 kg, KCl 40 kg dan Kieserit 37 kg..
 3 tahun: Urea 217 kg, TSP 124 kg, KCl 60 kg dan Kieserit 37 kg.
 4 tahun: Urea 325 kg, TSP 165 kg, KCl 80 kg dan Kieserit 56 kg.
 Tanaman dewasa
 5 tahun: Urea 390 kg, TSP 186 kg, KCl 80 kg dan Kieserit 56 kg.
 6 tahun: Urea 390 kg, TSP 186 kg, KCl 80 kg dan Kieserit 56 kg.
 7 tahun keatas: Urea 433 kg, TSP 207 kg, KCl 100 kg dan Kieserit 75 kg.
Catatan : Kieserit iberikan jika ada gejala kekurangan Mg. Pemupukan dilakukan saat curah hujan terakhir antara 100-300 mm, dilaksanakan dua kali setahun. Cara pemberian pupuk diberikan secara setempat.

7. HAMA DAN PENYAKIT
7.1. Hama
1. Ulat : Ulat yang menyerang daun atau ranting muda adalah:
1. Ulat jeungkal (Boarmia bhurmitra, Antitrygoides divisaria, Hyposidra talaca) dikendalikan dengan insektisida Thiodan 35 EC;
2. Ulat sinanangkeup (Paralebeda plagifera) dikendalikan dengan Dedevap 650 EC;
3. Ulat bugrug (Metanastria hirtaca) dikendalikan dengan Lebaycid 550 EC;
4. Ulat badori (Attacus atlas), dikendalikan dengan Baythroid 50 EC;
5. Ulat kaliki (Samia cyntia) dikendalikan dengan Bayrusil 250 EC;
6. Ulat kenari (Cricula trifenestrata) dikendalikan dengan Karphos 25 EC;
7. Ulat bajra (Setora nitens) dikendalikan dengan Lannate L;
8. Ulat kantong (Clania variegata) dikendalikan dengan Decis 2,5 EC, Thuricide, Ripcord 5 EC;
9. Ulat merang (Euproctis flexuosa) dikendalikan dengan Lannate 25 WP;
 Pengendalian mekanis: dilakukan dengan mengumpulkan telur, kupu serta telur-telurnya, kemudian dimusnahkan dengan cara dikubur atau dibakar.
2. Penggerak cabang merah (Zeuzera coffeae)
o Gejala: menyerang cabang dan ranting hingga layu dan mudah patah. Pada ranting patah ada lubang gerekan.
o Pengendalian: memangkas cabang atau ranting yang terserang.
3. Penggerek pangkal batang (Phasus damor)
o Gejala: kerusakan pada leher akar, daun kuning atau kemerahan, layu, kering, rontok dan tanaman mati.
o Pengendalian: menanam bibit yang sehat dan insektisida.
4. Penggerek cabang (Xyleberus. Sp).
o Gejala: pada ranting, cabang atau batang terlihat adanya tahi gergaji yang halus. Hama ini berasosiasi dengan jamur ambrosia.
o Pengendalian: menyemprot larutan fungisida sistemik dan insektisida Gusadrin 150 ESC, Benlate 50 W).
5. Penggerek pucuk (Alcalides cinchonae)
o Gejala: bekas serangan menyebabkan pucuk berwarna coklat dan mati.
o Pengendalian: penyemprotan dengan insektisida Gusadrin 150 ESC, Benlate 50 WP.
6. Kutu putih (Pseudaulacaspis pentagona)
o Gejala: menyerang ranting dan mengisap cairan selnya, ranting menjadi berwarna putih dan dihuni oleh hewan kecil lonjong. Hama ini tidak menimbulkan kerugian dan serangan akan hilang dengan datangnya musim hujan.
7. Helopeltis (Helopeltis theivora, H. antonii)
o Gejala: daun dan pucuk yang terserang menjadi salah bentuk. Pada serangan berat tanaman mati dan dari jauh bagian daun kebun kina kelihatan warna kehitam-hitaman.
o Pengendalian: dengan penyemprotan insektisida Lannate L, Lannate 25 WP, Lebaycid 550 WP.
7.2. Penyakit
1. Kanker batang
o Penyebab: jamur Phytophthora Sp. Terdapat tiga spesies jamur kanker batang yaitu:
1. P. cinnamomi penyebab kanker garis, serangannya di Indonesia sangat luas.
2. P. parasitica penyebab kanker gelang, serangannya relatif sedikit.
3. P. citricola hanya menyerang tunas-tunas kina muda, serangannya juga terbatas. Kanker garis membentuk jalur sempit yang mengendap pada kulit batang.
o Gejala: berbeda-beda tergantung umur dan klon. Kanker gelang membentuk warna karat pada permukaan kulit batang. Jika kulit luar dikupas tanpak
bahwa kulit bagian dalam membusuk. Pembusukan ini berkembang melingkari batang yang dapat menyebabkan tanaman mati.
o Pengendalian: kulit yang sakit dikorek, jaringan busuk dipotong sampai ke bagian sehat dan dilumasi Antimucin WBR 0,5% dan Difolatan 4F 3%. Setelah obat mengering luka ditutupi dengan petrolatum 2295 A, Shell Tapflux atau.Shell Otina Compound. Permukaan kayu yang terbuka ditutup ter untuk mencegah masuknya kumbang penggerek.
2. Penyakit jamur upas (Upasia salmonicolor)
o Gejala: sebelum mengering daun-daun dari cabang yang sakit berwarna kuning kemerahan. Pada batang atau cabang terdapat benang-benang jamur
yang belum masuk ke dalam kulit, dan mirip dengan sarang laba-laba.
o Pengendalian: menyemprotkan bubur Bordeaux. Dapat juga dilakukan pelumasan dengan bubur bordeaux pekat, Perenox 3%, Calixin Ready mix atau Calixin RM (tridemorf) dengan menggunakan kuas.
3. Penyakit mopog (Rhizoctonia solani)
o Gejala: di bedengan-bedengan pesemaian terdapat kelompok-kelompok semai yang mati seperti tersiram air panas.
o Pengendalian : dengan mengurangi kelembaban persemaian, menyemprotkan fungisida pada tanah bedengan berupa Brassicol sebanyak 30 g/m 2 dan
mengurangi penyiraman. Persemaian dapat disemprot dengan Dithane M-45 atau Brestan 0,05%.
7.3. Gulma
Gulma di areal tanam terdiri atas golongan rumput-rumputan seperti lempuyangan (Panicum repens) dan paparean (Phalaris arundinaceae); golongan berdaun lebar seperti sintrong (Crassocephalum crepidioides) dan babadotan (Ageratum conyzoides).
Pengendalian: dengan memperbaiki kultur teknis, menyiangi/mencabut, menggunakan tanaman penutup tanah lebum dan dengan herbisida pra tumbuh dan purna
tumbuh.
7.4. Pengendalian hama/penyakit secara organic
Dalam pertanian organik yang tidak menggunakan bahan-bahan kimia berbahaya melainkan dengan bahan-bahan yang ramah lingkungan biasanya dilakukan secara terpadu sejak awal pertanaman untuk menghindari serangan hama dan penyakit tersebut yang dikenal dengan PHT (Pengendalian Hama
Terpadu) yang komponennya adalah sbb:
1. Mengusahakan pertumbuhan tanaman yang sehat
2. Memanfaatkan semaksimal mungkin musuh-musuh alami
3. Menggunakan varietas-varietas unggul yang tahan terhadap serangan hama dan penyakit.
4. Menggunakan pengendalian fisik/mekanik yaitu dengan tenaga manusia.
5. Menggunakan teknik-teknik budidaya yang baik misalnya budidaya tumpang sari dengan pemilihan tanaman yang saling menunjang, serta.rotasi tanaman pada setiap masa tanamnya untuk memutuskan siklus penyebaran hama dan penyakit potensial.
6. Penggunaan pestisida, insektisida, herbisida alami yang ramah lingkungan dan tidak menimbulkan residu toksik baik pada bahan tanaman yang dipanen ma maupun pada tanah. Disamping itu penggunaan bahan ini hanya dalam keadaan darurat berdasarkan aras kerusakan ekonomi yang diperoleh dari hasil pengamatan.
Beberapa tanaman yang dapat dimanfaatkan sebagai pestisida nabati dan digunakan dalam pengendalian hama antara lain adalah:
1. Tembakau (Nicotiana tabacum ) yang mengandung nikotin untuk insektisida kontak sebagai fumigan atau racun perut. Aplikasi untuk
serangga kecil misalnya Aphids.
2. Piretrum (Chrysanthemum cinerariaefolium) yang mengandung piretrin yang dapat digunakan sebagai insektisida sistemik yang menyerang urat
syaraf pusat yang aplikasinya dengan semprotan. Aplikasi pada serangga seperti lalat rumah, nyamuk, kutu, hama gudang, dan lalat buah.
3. Tuba (Derris elliptica dan Derris malaccensis) yang mengandung rotenone untuk insektisida kontak yang diformulasikan dalam bentuk hembusan dan
semprotan.
4. Neem tree atau mimba (Azadirachta indica) yang mengandung azadirachtin yang bekerjanya cukup selektif. Aplikasi racun ini terutama pada serangga penghisap seperti wereng dan serangga pengunyah seperti hama penggulung daun (Cnaphalocrocis medinalis). Bahan ini juga efektif untuk menanggulangi serangan virus RSV, GSV dan Tungro.
5. Bengkuang (Pachyrrhizus erosus) yang bijinya mengandung rotenoid yaitu pakhirizida yang dapat digunakan sebagai insektisida dan larvasida.
6. Jeringau (Acorus calamus) yang rimpangnya mengandung komponen utama asaron dan biasanya digunakan untuk racun serangga dan pembasmi cendawan, serta hama gudang Callosobrocus.

8. PANEN
8.1. Ciri dan Umur Panen
Bagian tanaman kina yang biasa diambil hasilnya adalah bagian kulit batang, dahan, cabang dan ranting. Produk ranting dapat dimulai saat tanaman berumur 6-7 tahun tahun (sebelum tebangan), dengan bagian yang terkecil yang diambil adalah kulit cabang yang diameternya lebih 1 cm. Ranting yang diameternya kurang dari 1 cm memiliki kadar kinin sulfat (SQ) yang rendah, dan biaya pengambilannya relatif mahal. Umur tanaman yang siap panen untuk panen cara tebangan adalah 9-11 tahun dan untuk panen cara penjarangan adalah 3,5, 5, 6, 7, 8,12, 18 dan 24 tahun dengan jumlah tanaman yang dicabut untuk masing-masing penjarangan adalah 12,5% dari total tanaman.
8.2. Cara Panen
1. Cara penebangan. : Tanaman kina ditebang hati-hati dengan gergaji pada ketinggian 20-30 cm dari sambungan, atau leher akar dengan kemiringan 45 derajat. Batang kina dari batas ini dipotong sampai ketinggian 2 meter. Kulit kina dilepaskan dari batang dengan cara dipukul-pukul. Panen tebangan pertama disebut Stumping 1. Dari tunggul diharapkan tumbuh tunas-tunas baru, dan dipelihara maksimum 4 tunas untuk dipanen berikutnya. Penen berikutnya disebut stumping 2 dst. Setelah 4 kali stumping tanaman dibongkar. Panen tebangan yang baik pada awal musim penghujan, hindari terik matahari.
2. Cara penjarangan : Dilakukan dengan cabutan untuk memanen secara bertahap dalam persentase yang telah direncanakan. Pemilihan tanaman yang akan dibongkar tergantung persentase panenan setiap periode. Apabila tanaman akan dibongkar adalah 10%, maka dari 10 tanaman diambil 1 tanaman
secara rata-rata.
8.3. Periode Panen
Pemanenan biasanya dilakukan secara bertahap yaitu pada saat dilakukan pemangkasan cabang dan ranting dan pemangkasan batang utama. Pemanenan dilakukan pada ranting/cabang yang telah memenuhi ukuran standar yaitu lebih dari 1cm (diameter). Pemanenan sebaiknya dilakukan saat musim kemarau pada pagi hari. Hal ini dimaksudkan untuk dapat mengelola hasil panen secara langsung terutama masalah pengeringan. Untuk menghindari cemaran cendawan karena kadar air yang tinggi pada kulit batang maka sebaiknya setelah panen/pengulitan segera dilakukan pengeringan dengan jalan menjemur di bawah terik matahari.
8.4. Perkiraan Hasil Panen
Dari 1 batang utama kina (2 meter) didapatkan 1-1,5 kg kulit. Hasil kulit kina diperhitungkan dalam kadar SQ7 maupun besarnya produksi kulit, sehingga hasilnya diperhitungkan dari perkalian kadar SQ7 dengan berat kulit kering dalam kg yang disebut potensi produksi. Pola produksi kulit kering dan kadar kinine sulfat (SQ7) hasil panenan cara penjarangan dapat dilihat berikut ini:
1. Umur 3,5 tahun, sistim panenan: penjarangan I (12,5% panenan) dengan produksi kulit kering 500 kg/ha pada kadar SQ7 3 proses. Potensi produksi SQ7 adalah 15,00 kg/ha.
2. Umur 5,0 tahun, sistim panenan: penjarangan II (12,5% panenan) dengan produksi kulit kering 700 kg/ha pada kadar SQ7 5 proses. Potensi produksi SQ7 adalah 37,50 kg/ha.
3. Umur 6,0 tahun, sistim panenan: penjarangan III (12,5% panenan) dengan produksi kulit kering 1.000 kg/ha pada kadar SQ7 6 proses. Potensi produksi SQ7 adalah 60,00 kg/ha.
4. Umur 7,0 tahun, sistim panenan: penjarangan IV (12,5% panenan) dengan produksi kulit kering 1.375 kg/ha pada kadar SQ7 6 proses. Potensi produksi SQ7 adalah 82,50 kg/ha..
5. Umur 8,0 tahun, sistim panenan: penjarangan V (12,5% panenan) dengan produksi kulit kering 1.750 kg/ha pada kadar SQ7 7 proses. Potensi produksi SQ7 adalah 122,50 kg/ha.
6. Umur 12,0 tahun, sistim panenan: penjarangan VI (12,5% panenan) dengan produksi kulit kering 3.125 kg/ha pada kadar SQ7 8 proses. Potensi produksi SQ7 adalah 250,00 kg/ha.
7. Umur 18,0 tahun, sistim panenan: penjarangan VII (12,5% panenan) dengan produksi kulit kering 6.250 kg/ha pada kadar SQ7 6 proses. Potensi produksi SQ7 adalah 375,00 kg/ha.
8. Umur 24,0 tahun, sistim panenan: penjarangan VIII (12,5% panenan) dengan produksi kulit kering 9.375 kg/ha pada kadar SQ7 5 proses. Potensi produksi SQ7 adalah 468,75 kg/ha.
9. PASCAPANEN
1. Penyortiran Basah dan Pencucian : Batang yang akan diambil kulitnya dikumpulkan di suatu tempat yang teduh. Cabang dan ranting dipotong tepat pada pertautan cabang dengan batang, Cabang atau ranting yang ukuran garis tengahnya di atas 1 cm dibersihkan dari ranting kecil dan daun-daun. Setelah itu batang tersebut dibersihkan, kemudian dipotong sepanjang 40 - 50 cm untuk diambil kulitnya. Pencucian pada kulit batang dilakukan dengan air bersih, jika air bilasannya masih terlihat kotor lakukan pembilasan sekali atau dua kali lagi Hindari pencucian yang terlalu lama agar kualitas dan senyawa aktif yang terkandung didalam tidak larut dalam air. Pemakaian air sungai harus dihindari karena dikhawatirkan telah tercemar kotoran dan banyak mengandung bakteri/penyakit. Setelah pencucian selesai, tiriskan dalam tray/wadah yang belubang-lubang agar sisa air cucian yang tertinggal dapat dipisahkan, setelah itu tempatkan dalam wadah plastik/ember.
2. Pengeringan : Pengeringan dapat dilakukan dengan 2 cara, yaitu dengan sinar matahari atau alat pemanas/oven. Pengeringan kulit batang dilakukan selama kira-kira 2 - 3 hari atau setelah kadar airnya dibawah 8%. Pengeringan dengan sinar matahari dilakukan di atas tikar atau rangka pengering, pastikan bahan tidak saling menumpuk. Selama pengeringan kulit batang harus dibolak-balik kira-kira setiap 4 jam sekali agar pengeringan merata. Lindungi bahan tersebut dari air, udara yang lembab dan dari bahan-bahan yang bisa mengkontaminasi. Pengeringan di dalam oven dilakukan pada suhu 50°C - 60°C. Kulit batang yang akan dikeringkan ditaruh diatas tray oven dan alasi dengan kertas Koran dan pastikan bahwa tidak saling menumpuk. Setelah pengeringan, timbang jumlah yang dihasilkan.
3. Penyortiran Kering.Selanjutnya lakukan sortasi kering pada bahan yang dikeringkan dengan memisahkannya dari benda-benda asing atau kotoran-kotoran lain. Timbang jumlah bahan hasil penyortiran ini (untuk menghitung rendemennya).
4. Pengemasan : Setelah bersih, bahan yang kering dikumpulkan dalam wadah yang bersih dan kedap udara (belum pernah dipakai sebelumnya), dapat berupa kantong plastik atau karung. Berikan label yang jelas pada wadah tersebut, yang menjelaskan nama bahan, bagian dari tanaman bahan itu, nomor/kode produksi, nama/alamat penghasil, berat bersih dan metode penyimpanannya.
5. Penyimpanan : Kondisi gudang harus dijaga agar tidak lembab dan suhu tidak melebihi 30°C, dan gudang harus memiliki ventilasi baik dan lancar, tidak bocor, terhindar dari kontaminasi bahan lain yang menurunkan kualitas bahan yang bersangkutan, memiliki penerangan yang cukup (hindari dari sinar matahari langsung), serta bersih dan terbebas dari hama gudang.

10. ANALISIS EKONOMI BUDIDAYA TANAMAN

1. Analisis Usaha Budidaya : - -
2. Gambaran Peluang Agribisnis : Pada tahun 1939 Indonesia merupakan pemasok 90 % kebutuhan kina dunia dengan luas areal tanam 17.000 ha dengan produksi 11.000 ton kulit kering/tahun. Akibat terlantarnya kebun kina dan terjadinya penebangan besar-besaran sejak Perang Dunia II sampai tahun enam puluhan, areal dan produksi kina Indonesia menurun Kebutuhan kulit kina dirasakan semakin meningkat, seiring dengan pertumbuhan penduduk yang meningkat pula. Kulit kina merupakan bahan baku obat penyakit malaria dan penyakit jantung. Obat tersebut sangat diperlukan untuk kesehatan manusia. Di samping sebagai bahan obat, kina sebagai bahan baku kosmetika, minuman penyegar dan industri penyamakan. Beberapa dekade yang lalu produksi kina Indonesia kalah oleh pordusen dari Afrika. Tetapi saat ini produksi di Afrika mengalami penurunan. Saat ini adalah saat yang dianggap tepat untuk melakukan intensifikasi dan ekstensifikasi perkebunan kina. Prospek agribisnis kulit kina sangat cerah, dan permintaan pasar internasionalpun semakin meningkat tetapi belum bisa terpenuhi. Dengan mengingat mutu kina Indonesia yang sangat prima, Perkebunan kina kita akan menjadi sektor agribisnis yang diperhitungkan.

11. STANDAR PRODUKSI.

1. Ruang Lingkup : Standar produksi meliputi: klasifikasi, syarat mutu, cara pengambilan contoh, cara uji, syarat penandaan dan pengemasan.
2. Deskripsi : …
3. Klasifikasi dan Standar Mutu : Kulit kina kering jemur dari batang utama di perkebunan kina Indonesia mempunyai standar mutu yang memenuhi persyaratan Internasional yaitu memiliki kadar kinin sulfat pada kelas SQ7. Kelas kualitas ini bahkan lebih besar daripada yang dihasilkan di Afrika.
4. Pengambilan Contoh Contoh diambil secara acak sebanyak akar pangkat dua dari jumlah karung maksimum 30 karung dari tiap partai barang, kemudian dari tiap-tiap karung diambil contoh maksimum 500 gram. Contoh-contoh tersebut diaduk/dicampur sehingga merata, kemudian dibagi empat dan dua bagian diambil secara diagonal. Cara ini dilakukan beberapa kali sampai mencapai contoh seberat 500 gram. Contoh ini disegel dan diberi label untuk dianalisa, berat contoh analisa 100 gram.
5. Pengemasan : Kina dikemas dalam karung goni atau dari bahan lain yang sesuai kuat dan bersih dan mulutnyadijahit, berat netton setiap karung maksimum 75 kg, dan tahan mengalami handling baik pada pemuatan maupun pembongkaran. Di bagian luar karung (kecuali dalam bentuk curah) ditulis dengan bahan yang aman yang tidak luntur dengan jelas terbaca antara lain:
o Produk asal Indonesia
o Nama/kode perusahaan/eksportir
o Nama barang
o Negara tujuan
o Berat kotor
o Berat bersih
o Nama pembeli

12. DAFTAR PUSTAKA
1. Sultoni, A. 1995. Petunjuk Kultur Teknis Tanaman Kina. Asosiasi Penelitian dan Pengembangan Perkebunan Indonesia. Pusat Penelitian Teh dan Kina
Gambung.

Sumber : Sistim Informasi Manajemen Pembangunan di Perdesaan, BAPPENAS

KUMIS KUCING ( Orthosiphon spp. )


1. SEJARAH SINGKAT
Kumis kucing merupakan tanaman obat berupa tumbuhan berbatang basah yang tegak. Tanaman ini dikenal dengan berbagai istilah seperti: kidney tea plants / java tea (Inggris), giri-giri marah (Sumatera), remujung (Jawa Tengah dan Jawa Timur) dan songot koneng (Madura). Tanaman Kumis kucing berasal dari wilayah Afrika tropis, kemudian menyebar ke wilayah Asia dan Australia. Nama daerah: Kumis kucing (Melayu – Sumatra), kumis kucing (Sunda), remujung (Jawa), se-salaseyan, songkot koceng (Madura).

2. URAIAN TANAMAN
2.1 Klasifikasi
• Divisi : Spermatophyta
• Sub divisi : Angiospermae
• Kelas : Dicotyledonae
• Keluarga : Lamiaceae
• Genus : Orthosiphon
• Spesies : Orthosiphon spp.
.2.2 Deskripsi
Tanaman terna yang tumbuh tegak, pada buku-bukunya berakar tetapi tidak tampak nyata, tinggi tanaman sampai 2m. Batang bersegi empat agak beralur. Helai daun berbentuk bundar telur lonjong, lanset, lancip atau tumpul pada bagian ujungnya, ukuran daun panjang 1 – 10cm dan lebarnya 7.5mm – 1.5cm, urat daun sepanjang pinggir berbulu tipis atau gundul, dimana kedua permukaan berbintik-bintik karena adanya kelenjar yang jumlahnya sangat banyak, panjang tangkai daun 7 – 29cm. Kelopak bunga berkelenjar, urat dan pangkal berbulu pendek dan jarang sedangkan di bagian yang paling atas gundul. Bunga bibir, mahkota berwarna ungu pucat atau putih, dengan ukuran panjang 13 – 27mm, di bagian atas ditutupi oleh bulu pendek yang berwarna ungu atau putih, panjang tabung 10 – 18mm, panjang bibir 4.5 – 10mm, helai bunga tumpul, bundar. Benang sari ukurannya lebih panjang dari tabung bunga dan melebihi bibir bunga bagian atas. Buah geluk berwarna coklat gelap, panjang 1.75 – 2mm.
2.3 Jenis Tanaman
Spesies kumis kucing yang terdapat di Pulau Jawa adalah O. aristatus, O. thymiflorus, O. petiolaris dan O. tementosus var. glabratus. Klon kumis kucing yang ditanam di Indonesia adalah Klon berbunga putih dan ungu.

3. MANFAAT TANAMAN
Daun kumis kucing basah maupun kering digunakan sebagai bahan obat-obatan. Di Indonesia daun yang kering dipakai (simplisia) sebagai obat yang memperlancar pengeluaran air kemih (diuretik) sedangkan di India untuk mengobati rematik. Masyarakat menggunakan kumis kucing sebagai obat tradisional sebagai upaya penyembuhan batuk encok, masuk angin dan sembelit. Disamping itu daun tanaman ini juga bermanfaat untu pengobatan radang ginjal, batu ginjal, kencing manis, albuminuria, dan penyakit syphilis.

4. SENTRA PENANAMAN
Hingga saat ini, sentra penanaman kumis kucing banyak terdapat di Pulau Jawa. Baik di dataran rendah maupun dataran tinggi.

5. SYARAT PERTUMBUHAN
1. Iklim.
1. Curah hujan yang ideal bagi pertumbuhan tanaman ini adalah lebih dari 3.000 mm/tahun.
2. Dengan sinar matahari penuh tanpa ternaungi. Naungan akan menurunkan kadar ekstrak daun.
3. Keadaan suhu udara yang baik untuk pertumbuhan tanaman ini adalah panas sampai sedang.
2. Media Tanam
1. Tanaman ini dapat dengan mudah tumbuh di lahan-lahan pertanian, untuk produksi sebaiknya dipilih tanah yang gembur, subur, banyak mengandung humus/bahan organik dengan tata air dan udara yang baik.
2. Tanah Andosol dan Latosol sangat baik untuk budidaya kumis kucing.
3. Ketinggian Tempat : Ketinggian tempat optimum tanaman kumis kucing 500 - 1.200 m dpl.

6. PEDOMAN BUDIDAYA
6.1. Pembibitan
1. Penyiapan Bibit : Cara yang paling mudah dan biasa untuk mengembangkan kumis kucing adalah perbanyakan vegetatif dengan stek batang/cabang. Bahan tanaman diambil dari rumpun yang tumbuhnya normal, subur dan sehat.
1. Pilih batang/cabang yang tidak terlalu tua atau muda dan sudah berkayu.
2. Potong batang dengan pisau tajam/gunting pangkas yang bersih.
3. Potong-potong batang menjadi stek berukuran 15–20 cm berbuku 2-3.
4. Buang sebagian daun untuk mengurangi penguapan air.
o Adapun kebutuhan bibit untuk 1 hektar dengan jarak tanam 40 x 40 cm diperlukan 50.000-62.500 stek/ha.
2. Teknik Penyemaian Bibit : Stek dapat langsung ditanam di kebun produksi atau ditanam dulu di persemaian. Di dalam persemaian stek ditanam dengan jarak tanam 10x10 cm. Stek yang masih segar langsung ditanam di lahan yang telah diolah sedalam 20 cm. Setelah itu disirami 1-2 kali sehari tergantung dari cuaca dan hujan yang turun. Bila perlu persemaian dinaungi dengan naungan plastik transparan atau jerami/daun kering. Setelah timbul tunas baru, bibit
dipindahkan ke kebun produksi..
6.2. Pengolahan Media Tanam
1. Persiapan : Tanah diolah 30-40 cm, gulma dan tanaman lain dibuang. Setelah diolah, tanah dibiarkan 15 hari.
2. Pembentukan Bedengan : Pembuatan bedengan dilakukan setelah pengolahan tanah yang kedua yaitu dengan menghancurkan bongkahan tanah pada pengolahan tanah yang pertama hingga mendapatkan struktur tanah yang remah dan gembur. Pada saat pengolahan tanah kedua ini juga dianjurkan memberikan pupuk dasar berupa pupuk kompos atau pupuk kandang sebanyak 50 – 60 ton per hektar bersamaan pada saat pembuatan bedengan. Bedengan dibuat selebar 100-120 cm tinggi 30 cm dan jarak antar bedengan 40-50 cm. Panjang bedengan disesuaikan dengan keperluan dan lahan
3. Pemupukan (sebelum tanam) : Buat lubang tanam berukuran 30x30x30 cm dengan jarak tanam 40 x 60 cm. Masukkan pupuk kandang sebanyak 2,4-3,2 kg/lubang dan tutup lubang tanah. Campur tanah bedengan dengan 15-20 kg/ha pupuk kandang sapi.
6.3. Teknik Penanaman
1. Penentuan Pola Tanaman : Waktu tanam terbaik adalah di awal musim hujan (Oktober-Desember) kecuali jika air tersedia sepanjang tahun, waktu tanam bisa dilaksanakan kapan saja.
2. Pembuatan Lubang Tanam : Buat lubang tanam berukuran 30x30x30 cm dengan jarak tanam 40 x 40 cm
3. Cara Penanaman :
1. Pilih bibit yang baik dari pembibitan.
2. Buat lubang kecil di tempat lubang tanam.
3. Tanamkan bibit/stek tegak lurus sedalam 5 cm atau 1/3 bagian dari pangkal batang stek. Setiap lubang diisi 4-6 bibit/stek.
4. Padatkan tanah di sekitar bibit.
5. Sirami sampai cukup basah.
4. Perioda Tanam : Penanaman tanaman ini bias dilakukan sepanjang tahun yaitu dengan membongkar tanaman tua yang telah mengeras berkayu dan tidak produktif lagi atau daunnya jarang dan kecil-kecil, kemudian menanam ulang dengan tanaman baru yang masih muda.
6.4. Pemeliharaan Tanaman
1. Penyulaman : Dilakukan antara 1-15 hari setelah tanam untuk tetap menjaga pertanaman pada jarak tanam yang telah ditentukan (40 x 40cm). Penyulaman dilakukan terutama pada tanaman yang mati atau tumbuh tidak normal dengan tanaman baru yang umurnya tidak berbeda jauh, sehingga pertumbuhan selanjutnya akan tetap sama dan seragam.
2. Penyiangan : Gulma disiangi secara kontinyu untuk mengurangi persaingan unsur hara. Penyiangan biasanya dilakukan agak sering saat tanaman masih muda sehingga lahan di atara tanaman masih terbuka karena kanopi tanaman belum tumbuh besar. Tetapi pada tanaman dewasa periode penyiangan sudah agak jarang karena kanopi pada masing-masing tanaman akan saling menutup permukaan tanah, sehingga akan menekan pertumbuhan gulma di bawahnya.
3. Pemupukan :
1. Pemupukan Organik : Pemupukan secara organic dengan menggunakan pupuk kompos yang merupakan pupuk organic komplek dapat diberikan sbb: Sebagai pupuk dasar telah diuraikan di atas yang diberikan pada saat penyiapan media tanam. Selanjutnya pupuk kompos organic dapat diberikan setiap bulan sekali sebanyak 1 – 2kg setiap tanaman. Pemupukan pada tanaman dewasa bisa lebih sering yaitu setiap 2 – 3 minggu sekali sebesar 1.5 – 3kg per tanaman dan terutama diberikan setelah dilakukan pemanenan/perompesan daun sehingga pertumbuhan selanjutnya akan lebih baik.
2. Pemupukan Konvensional : Dosis pupuk anjuran adalah 75 kg/ha urea yang diberikan setiap 3 kali panen atau 6-9 minggu sekali. Pupuk disebar di dalam larikan dangkal antara baris tanaman dan segera ditutup tanah.
4. Pengairan dan Penyiraman : Pada awal pertumbuhan, tanaman diairi/disiram 1-2 kali sehari. Setelah tanaman terlihat kokoh dan rimbun, penyiraman dikurangi. Frekuensi penyiraman selanjutnya tergantung cuaca, yang penting tanah tidak sampai kering. Penambahan air dapat dilakukan dengan cara disiram atau menggenangi saluran di antara bedengan dengan air.
5. Waktu Penyemprotan Pestisida : Penyemprotan pestisida dilakukan jika telah timbul gejala serangan hama penyakit..

7. HAMA DAN PENYAKIT
1. Hama : Selama ini tidak ada hama atau penyakit yang benar-benar merusak tanaman kumis kucing. Hama yang sering ditemukan adalah kutu daun dan ulat daun.
2. Penyakit : Penyakit yang menyerang disebabkan oleh jamur upas (Upsia salmonicolor atau Corticium salmonicolor). Jamur ini menyerang batang atau cabang tanaman yang berkayu. Pengendalian dilakukan dengan perbaikan tata air, meningkatkan kebersihan kebun, memotong bagian yang sakit, pergiliran tanaman dan penyemprotan pestisida selektif.
3. Gulma : Gulma yang banyak tumbuh di lahan pertanaman kumis kucing cukup bervariasi dan kebanyakan dari jenis gulma kebun seperti rumput teki, lulangan, ageratum, alang-alang, dan rumput-rumput lainnya
4. Pengendalian hama/penyakit secara organic : Sama seperti pada tanaman obat lainnya bahwa pengendalian hama/penyakit secara organic pada pertanaman kumis kucing lebih diusahakan secara PHT (pengendalian hama secara terpadu). Termasuk di dalamnya system bercocok tanam secara tumpang sari akan dapat menghambat serangan hama/penyakit. Untuk pengendalian gulma sebaiknya dilakukan secara manual dengan cara penyiangan seperti telah dijelaskan di atas. Namun demikian apabila diperlukan dapat diterapkan penyemprotan dengan insektisida maupun pestisida nabati. Beberapa tanaman yang dapat dimanfaatkan sebagai pestisida nabati dan digunakan dalam pengendalian hama antara lain adalah:
1. Tembakau (Nicotiana tabacum ) yang mengandung nikotin untuk insektisida kontak sebagai fumigan atau racun perut. Aplikasi untuk serangga kecil misalnya Aphids.
2. Piretrum (Chrysanthemum cinerariaefolium) yang mengandung piretrin yang dapat digunakan sebagai insektisida sistemik yang menyerang urat syaraf pusat yang aplikasinya dengan semprotan. Aplikasi pada serangga seperti lalat rumah, nyamuk, kutu, hama gudang, dan lalat buah.
3. Tuba (Derris elliptica dan Derris malaccensis) yang mengandung rotenone untuk insektisida kontak yang diformulasikan dalam bentuk hembusan dan semprotan.
4. Neem tree atau mimba (Azadirachta indica) yang mengandung azadirachtin yang bekerjanya cukup selektif. Aplikasi racun ini terutama pada serangga penghisap seperti wereng dan serangga pengunyah seperti.hama penggulung daun (Cnaphalocrocis medinalis). Bahan ini juga efektif untuk menanggulangi serangan virus RSV, GSV dan Tungro.
5. Bengkuang (Pachyrrhizus erosus) yang bijinya mengandung rotenoid yaitu pakhirizida yang dapat digunakan sebagai insektisida dan larvasida.
6. Jeringau (Acorus calamus) yang rimpangnya mengandung komponen utama asaron dan biasanya digunakan untuk racun serangga dan pembasmi cendawan, serta hama gudang Callosobrocus.

8. PANEN
1. Ciri dan Umur Panen : Tanaman berumur 1 bulan setelah tanam, tangkai bunga belum muncul dan tinggi tanaman sekitar 50 cm. Panen pertama jangan sampai terlambat karena akan mempengaruhi produksi.
2. Cara Panen : Daun dipanen dengan cara memetik pucuk bedaun 3-5 helai kemudian merempal daun-daun tua di bawahnya sampai helai ke 10.
3. Periode Panen : Panen dilaksanakan dalam periode 2-3 minggu sekali yaitu pada pertumbuhan optimum dari daun. Saat panen yang tepat adalah pada saat awal pertumbuhan bunga tetapi belum tumbuh bunga. Karena yang dimanfaatkan adalah daunnya maka bunga yang tumbuh sebaiknya dirompes untuk dapat memaksimalkan pertumbuhan daun pada panen berikutnya.
4. Perkiraan Hasil Panen : Tanaman yang sehat dan terpelihara menghasilkan rimpang segar sebanyak Dengan pemeliharaan yang intensif, akan dihasilkan daun basah 6-9 ton/ha yang setara dengan 1-2 ton/ha daun kering.

9. PASCAPANEN
Setelah pemetikan, daun-daun hasil panen dikumpulkan di dalam karung dan dibawa ke tempat pengumpulan hasil. Proses pasca panen untuk mendapatkan daun kering kualitas ekspor adalah sbb:
1. Penyortiran Basah dan Pencucian : Sortasi basah dilakukan pada bahan segar dengan cara memisahkan daun dari kotoran atau bahan asing lainnya. Setelah selesai, timbang jumlah bahan hasil penyortiran dan tempatkan dalam wadah plastik untuk pencucian..Pencucian dilakukan dengan air bersih, jika air bilasannya masih terlihat kotor lakukan pembilasan sekali atau dua kali lagi. Hindari pencucian yang terlalu lama agar kualitas dan senyawa aktif yang terkandung didalam tidak larut dalam air. Pemakaian air sungai harus dihindari karena dikhawatirkan telah tercemar kotoran dan banyak mengandung bakteri / penyakit. Setelah pencucian selesai, tiriskan dalam tray/wadah yang belubang-lubang agar sisa air cucian yang tertinggal dapat dipisahkan, setelah itu tempatkan dalam wadah plastik/ember.
2. Pengeringan : Pengeringan dapat dilakukan dengan 2 cara, yaitu dengan sinar matahari atau alat pemanas/oven. Pengeringan daun dilakukan selama kira-kira 1 - 2 hari atau setelah kadar airnya dibawah 5%. Pengeringan dengan sinar matahari dilakukan diatas tikar atau rangka pengering, pastikan daun tidak saling menumpuk. Selama pengeringan daun harus dibolak-balik kira-kira setiap 4 jam sekali agar pengeringan merata. Lindungi daun tersebut dari air, udara yang lembab dan dari bahan-bahan yang bisa mengkontaminasi. Pengeringan didalam oven dilakukan pada suhu 50°C - 60°C. Daun yang akan dikeringkan ditaruh diatas tray oven dan alasi dengan kertas Koran dan pastikan bahwa daun tidak saling menumpuk. Setelah pengeringan, timbang jumlah daun yang dihasilkan.
3. Penyortiran Kering : Selanjutnya lakukan sortasi kering pada bahan yang telah mengalami pengeringan dengan memisahkan bahan-bahan dari benda-benda asing atau kotoran-kotoran lain. Timbang jumlah bahan hasil penyortiran ini (untuk menghitung rendemennya).
4. Pengemasan : Setelah bersih, daun yang kering dikumpulkan dalam wadah yang bersih dan kedap udara (belum pernah dipakai sebelumnya), dapat berupa kantong plastik atau karung. Berikan label yang jelas pada wadah tersebut, yang menjelaskan nama bahan, bagian dari tanaman bahan itu, nomor/kode produksi, nama/alamat penghasil, berat bersih dan metode penyimpanannya.
5. Penyimpanan : Kondisi gudang harus dijaga agar tidak lembab dan suhu tidak melebihi 30°C, dan gudang harus memiliki ventilasi baik dan lancar, tidak bocor, terhindar dari kontaminasi bahan lain yang menurunkan kualitas bahan yang bersangkutan, memiliki penerangan yang cukup (hindari dari sinar matahari langsung), serta bersih dan terbebas dari hama gudang.

10. ANALISIS EKONOMI BUDIDAYA TANAMAN.
10.1 Analisis Usaha Budidaya
Perkiraan analisis budidaya kunyit seluas 1000 m2 yang dilakukan pada tahun 1999 di daerah Bogor.
1. Biaya produksi
1. Sewa lahan 1 musim tanam Rp. 150.000,-
2. Bibit 6000 bh @ Rp. 100,- Rp. 600.000,-
3. Pupuk
 Pupuk kandang 4.000 kg @ Rp. 150,- Rp. 600.000,-
 Pupuk buatan: Urea 25 kg @ Rp. 1.100,- Rp. 27.500,-
4. Pestisida Rp. 100.000,-
5. Alat Rp. 60.000,-
6. Tenaga kerja Rp. 200.000,-
7. Panen dan pasca panen Rp. 100.000,-
8. Lain-lain Rp. 100.000,-
o Jumlah biaya produksi Rp.1.937.500,-
2. Pendapatan 700 kg @ Rp. 3.500,- Rp.2.450.000,-
3. Keuntungan Rp. 512.500,-
4. Parameter kelayakan usaha : a. Rasio output/input = 1,265
10.2. Gambaran Peluang Agribisnis
Semakin tingginya minat masyarakat Indonesia dan dunia terhadap pemakaian obat bahan alam memberikan peluang pada kita untuk membudidayakan kumis kucing untuk kepentingan lokal atau ekspor. Ekspor kumis kucing dari Indonesia telah dimulai pada awal tahun 30-an sebanyak 23.296-47.414 ton. Pada tahun 1987 ekspor meningkat sampai 8.791.468 ton dengan tujuan negara di Eropa Barat, Amerika dan Singapura. Dengan adanya peningkatan perminataan dunia akan bahan kering tanaman obat, agribisnis kumis kucing agaknya perlu didukung terutama dukungan teknik penanaman dan pasca panen untuk meningkatkan produksi dan kualitas hasil.

11. STANDAR PRODUKSI

1. Ruang Lingkup : Standar produksi meliputi: jenis dan standar mutu, cara pengambilan contoh dan syarat pengemasan.
2. Deskripsi : …
3. Klasifikasi dan Standar Mutu : -----.
4. Pengambilan Contoh : Petugas pengambil contoh harus memenuhi syarat yaitu orang yang telah berpengalaman atau dilatih terlebih dahulu dan mempunyai ikatan dengan suatu badan hukum.
5. Pengemasan : Daun kering dimasukan ke dalam kotak kayu persegi empat dan dipadatkan. Pemadatan dilakukan dengan alat pemadat dengan panjang dan lebar sedemikian rupa sehingga alat bisa tepat masuk ke dalam kotak. Setelah pemadatan berat daun kering di dalam kemasan adalah 20-40 kg tergantung dari ukuran kotak dan permintaan pasar. Dibagian luar dari tiap kemasan ditulis, dengan bahan yang tidak luntur, jelas terbaca antara lain:
o Produk asal Indonesia
o Nama/kode perusahaan/eksportir
o Nama barang
o Negara tujuan
o Berat kotor
o Berat bersih
o Nama pembeli

12. DAFTAR PUSTAKA
1. Rahmat Rukmana, Ir. Kumis Kucing. Penerbit Kanisius. Yogyakarta,
2. Anonimous. 1994. Hasil Penelitian Dalam Rangka Pemanfaatan Pestisida Nabati. Prosiding Seminar di Bogor 1 – 2 Desember 1993. Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat. Bogor. 311 Hal.
3. Anonimous. 1989. Vademekum Bahan Obat Alam. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Jakarta. 411 Hal

Sumber : Sistim Informasi Manajemen Pembangunan di Perdesaan, BAPPENAS

KUNYIT ( Curcuma domestica Val. )


1. SEJARAH SINGKAT
Kunyit merupakan tanaman obat berupa semak dan bersifat tahunan (perenial) yang tersebar di seluruh daerah tropis. Tanaman kunyit tumbuh subur dan liar disekitar hutan/bekas kebun. Diperkirakan berasal dari Binar pada ketinggian 1300-1600 m dpl, ada juga yang mengatakan bahwa kunyit berasal dari India. Kata Curcuma berasal dari bahasa Arab Kurkum dan Yunani Karkom. Pada tahun 77-78 SM, Dioscorides menyebut tanaman ini sebagai Cyperus menyerupai jahe, tetapi pahit, kelat, dan sedikit pedas, tetapi tidak beracun. Tanaman ini banyak dibudidayakan di Asia Selatan khususnya di India, Cina Selatan, Taiwan, Indonesia (Jawa), dan Filipina.

2. URAIAN TANAMAN
2.1 Klasifikasi
• Divisio : Spermatophyta.Sub-diviso : Angiospermae
• Kelas : Monocotyledoneae
• Ordo : Zingiberales
• Famili : Zungiberaceae
• Genus : Curcuma
• Species : Curcuma domestica Val.
2.2 Deskripsi
Tanaman kunyit tumbuh bercabang dengan tinggi 40-100 cm. Batang merupakan batang semu, tegak, bulat, membentuk rimpang dengan warna hijau kekuningan dan tersusun dari pelepah daun (agak lunak). Daun tunggal, bentuk bulat telur (lanset) memanjang hingga 10-40 cm, lebar 8-12,5 cm dan pertulangan menyirip dengan warna hijau pucat. Berbunga majemuk yang berambut dan bersisik dari pucuk batang semu, panjang 10-15 cm dengan mahkota sekitar 3 cm dan lebar 1,5 cm, berwarna putih/kekuningan. Ujung dan pangkal daun runcing, tepi daun yang rata. Kulit luar rimpang berwarna jingga kecoklatan, daging buah merah jingga kekuning-kuningan.
2.3 Jenis Tanaman
Jenis Curcuma domestica Val, C. domestica Rumph, C. longa Auct, u C. longa Linn, Amomum curcuma Murs. Ini merupakan jenis kunyit yang paling terkenal dari jenis kunyit lainnya.

3. MANFAAT TANAMAN
Di daerah Jawa, kunyit banyak digunakan sebagai ramuan jamu karena berkhasiat menyejukkan, membersihkan, mengeringkan, menghilangkan gatal, dan menyembuhkan kesemutan. Manfaat utama tanaman kunyit, yaitu: sebagai bahan obat tradisional, bahan baku industri jamu dan kosmetik, bahan bumbu masak, peternakan dll. Disamping itu rimpang tanaman kunyit itu juga bermanfaat sebagai anti inflamasi, anti oksidan, anti mikroba, pencegah kanker, anti tumor, dan menurunkan kadar lemak darah dan kolesterol, serta sebagai pembersih darah.

4. SENTRA PENANAMAN
Di Indonesia, sentra penanaman kunyit di Jawa Tengah, dengan produksi mencapai 12.323 kg/ha. Di India, Srilanka, Cina, Haiti, dan Jamaika dengan produksi mencapai > 15 ton/ha.

5. SYARAT PERTUMBUHAN
1. Iklim.
1. Tanaman kunyit dapat tumbuh baik pada daerah yang memiliki intensitas cahaya penuh atau sedang, sehingga tanaman ini sangat baik hidup pada tempat-tempat terbuka atau sedikit naungan.
2. Pertumbuhan terbaik dicapai pada daerah yang memiliki curah hujan 1000-4000 mm/tahun. Bila ditanam di daerah curah hujan < 1000 mm/tahun, maka system pengairan harus diusahakan cukup dan tertata baik. Tanaman ini dapat dibudidayakan sepanjang tahun. Pertumbuhan yang paling baik adalah pada penanaman awal musim hujan.
3. Suhu udara yang optimum bagi tanaman ini antara 19-30°C.
2. Media Tanam
1. Kunyit tumbuh subur pada tanah gembur, pada tanah yang dicangkul dengan baik akan menghasilkan umbi yang berlimpah.
2. Jenis tanah yang diinginkan adalah tanah ringan dengan bahan organik tinggi, tanah lempung berpasir yang terbebas dari genangan air/sedikit basa.
3. Ketinggian Tempat : Kunyit tumbuh baik di dataran rendah (mulai < 240 m dpl) sampai dataran tinggi (> 2000 m dpl). Produksi optimal + 12 ton/ha dicapai pada ketinggian 45 m dpl.

6. PEDOMAN BUDIDAYA
1. Pembibitan
1. Persyaratan Bibit : Bibit kunyit yang baik berasal dari pemecahan rimpang, karena lebih mudah tumbuh. Syarat bibit yang baik : berasal dari tanaman yang tumbuh subur, segar, sehat, berdaun banyak dan hijau, kokoh, terhindar dari serangan penyakit; cukup umur/berasal dari rimpang yang telah berumur > 7-12 bulan; bentuk, ukuran, dan warna seragam; memiliki kadar air cukup; benih telah mengalami masa istirahat (dormansi) cukup; terhindar dari bahan asing (biji tanaman lain, kulit, kerikil).
2. Penyiapan Bibit : Rimpang bahan bibit dipotong agar diperoleh ukuran dan dengan berat yang seragam serta untuk memperkirakan banyaknya mata tunas/rimpang. Bekas potongan ditutup dengan abu dapur/sekam atau merendam rimpang yang dipotong dengan larutan fungisida (benlate dan agrymicin) guna menghindari tumbuhnya jamur. Tiap potongan rimpang maksimum memiliki 1-3 mata tunas, dengan berat antara 20-30 gram dan panjang 3-7 cm.
3. Teknik Penyemaian Bibit.Pertumbuhan tunas rimpang kunyit dapat dirangsang dengan cara : mengangin-anginkan rimpang di tempat teduh atau lembab selama 1-1,5 bulan, dengan penyiraman 2 kali sehari (pagi dan sore hari). Bibit tumbuh baik bila disimpan dalam suhu kamar (25-28°C). Selain itu menempatkan rimpang diantara jerami pada suhu udara sekitar 25-28°C. dan merendam bibit pada larutan ZPT (zat pengatur tumbuh) selama 3 jam. ZPT yang sering digunakan adalah larutan atonik (1 cc/1,5 liter air) dan larutan G-3 (500-700 ppm). Rimpang yang akan direndam larutan ZPT harus dikeringkan dahulu selama 42 jam pada suhu udara 35°C. Jumlah anakan atau berat rimpang dapat ditingkatkan dengan jalan direndam pada larutan pakloburazol sebanyak 250 ppm.
4. Pemindahan Bibit : Bibit yang telah siap lalu ditempatkan pada persemaian, dimana rimpang akan muncul tunas telah tanaman berumur 1-1,5 bulan. Setelah tunas tumbuh 2-3 cm maka rimpang sudah dapat ditanam di lahan. Pemindahan bibit yang telah bertunas harus dilakukan secara hati-hati guna menghindari agar tunas yang telah tumbuh tidak rusak. Bila ada tunas/akar bibit yang saling terkait maka akar tersebut dipisahkan dengan hati-hati lalu letakkan bibit dalam wadah tertentu untuk memudahkan pengangkutan bibit ke lokasi lahan. Jika jarak antara tempat pembibitan dengan lahan jauh maka bibit perlu dilindungi agar tetap lembab dan segar ketika tiba di lokasi. Selama pengangkutan, bibit yang telah bertunas jangan ditumpuk.
2. Pengolahan Media Tanam
1. Persiapan Lahan : Lokasi penanaman dapat berupa lahan tegalan, perkebunan atau pekarangan. Penyiapan lahan untuk kebun kunyit sebaiknya dilakukan 30 hari sebelum tanam.
2. Pembukaan Lahan : Lahan yang akan ditanami dibersihkan dari gulma dan dicangkul secara manual atau menggunakan alat mekanik guna menggemburkan lapisan top soil dan sub soil juga sekaligus mengembalikan kesuburan tanah. Tanah dicangkul pada kedalaman 20-30 cm kemudian diistirahatkan selama 1-2 minggu agar gas-gas beracun yang ada dalam tanah menguap dan bibit penyakit/hama yang ada mati karena terkena sinar matahari.
3. Pembentukan Bedengan : Lahan kemudian dibedeng dengan lebar 60-100 cm dan tinggi 25-45 cm dengan jarak antar bedengan 30-50 cm.
4. Pemupukan (sebelum tanam) : Untuk mempertahankan kegemburan tanah, meningkatkan unsur hara dalam tanah, drainase, dan aerasi yang lancar, dilakukan dengan.menaburkan pupuk dasar (pupuk kandang) ke dalam lahan/dalam lubang tanam dan dibiarkan 1 minggu. Tiap lubang tanam membutuhkan pupuk kandang 2,5-3 kg.
3. Teknik Penanaman : Kebutuhan bibit kunyit/hektar lahan adalah 0,50-0,65 ton. Maka diharapkan akan diperoleh produksi rimpang sebesar 20-30 ton/ha.
1. Penentuan Pola Tanaman : Bibit kunyit yang telah disiapkan kemudian ditanam ke dalam lubang berukuran 5-10 cm dengan arah mata tunas menghadap ke atas. Tanaman kunyit ditanam dengan dua pola, yaitu penanaman di awal musim hujan dengan pemanenan di awal musim kemarau (7-8 bulan) atau penanaman di awal musim hujan dan pemanenan dilakukan dengan dua kali musim kemarau (12-18 bulan). Kedua pola tersebut dilakukan pada masa tanam yang sama, yaitu pada awal musim penghujan. Perbedaannya hanya terletak pada masa panennya.
2. Pembutan Lubang Tanam : Lubang tanam dibuat di atas bedengan/petakan dengan ukuran lubang 30 x 30 cm dengan kedalaman 60 cm. Jarak antara lubang adalah 60 x 60 cm.
3. Cara Penanaman : Teknik penanaman dengan perlakuan stek rimpang dalam nitro aromatik sebanyak 1 ml/liter pada media yang diberi mulsa ternyata berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan dan vegetatif kunyit, sedangkan penggunaan zat pengatur tumbuh IBA (indolebutyric acid) sebanyak 200 mg/liter pada media yang sama berpengaruh nyata terhadap pembentukan rimpang kunyit.
4. Perioda Tanam : Masa tanam kunyit yaitu pada awal musim hujan sama seperti tanaman rimpang-rimpangan lainnya. Hal ini dimungkinkan karena tanaman muda akan membutuhkan air cukup banyak untuk pertumbuhannya. Walaupun rimpang tanaman ini nantinya dipanen muda yaitu 7 – 8 bulan tetapi pertanaman selanjutnya tetap diusahakan awal musim hujan.
4. Pemeliharaan Tanaman
1. Penyulaman : Apabila ada rimpang kunyit yang tidak tumbuh atau pertumbuhannya buruk, maka dilakukan penanaman susulan (penyulaman) rimpang lain yang masih segar dan sehat.
2. Penyiangan : Penyiangan dan pembubunan perlu dilakukan untuk menghilangkan rumput liar (gulma) yang mengganggu penyerapan air, unsur hara dan mengganggu perkembangan tanaman. Kegiatan ini dilakukan 3-5 kali bersamaan dengan pemupukan dan penggemburan tanah. Penyiangan pertama dilakukan pada saat tanaman berumur ½ bulan dan bersamaan dengan ini maka dilakukan pembubunan guna merangsang rimpang agar tumbuh besar dan tanah tetap gembur.
3. Pembubunan : Seperti halnya tanaman rimpang lainnya, pada kunyit pekerjaan pembubunan ini diperlukan untuk menimbun kembali daerah perakaran dengan tanah yang melorot terbawa air. Pembubunan bermanfaat untuk memberikan kondisi media sekitar perakaran lebih baik sehingga rimpang akan tumbuh subur dan bercabang banyak. Pembubunan biasanya dilakukan setelah kegiatan penyiangan dan biasanya dilakukan secara rutin setiap 3 – 4 bulan sekali.
4. Pemupukan :
1. Pemupukan Organik : Penggunaan pupuk kandang dapat meningkatkan jumlah anakan, jumlah daun, dan luas area daun kunyit secara nyata. Kombinasi pupuk kandang sebanyak 45 ton/ha dengan populasi kunyit 160.000/ha menghasilkan produksi sebanyak 29,93 ton/ha.
2. Pemupukan Konvensional : Selain pupuk dasar (pada awal penanaman), tanaman kunyit perlu diberi pupuk susulan kedua (pada saat tanaman berumur 2-4 bulan). Pupuk dasar yang digunakan adalah pupuk organik 15-20 ton/ha. Pemupukan tahap kedua digunakan pupuk kandang dan pupuk buatan (urea 20 gram/pohon; TSP 10 gram/pohon; dan ZK 10 gram/pohon), serta K2O (112 kg/ha) pada tanaman yang berumur 4 bulan. Dengan pemberian pupuk ini diperoleh peningkatan hasil sebanyak 38% atau 7,5 ton rimpang segar/ha. Pemupukan juga dilakukan dengan pupuk nitrogen (60 kg/ha), P2O5 (50 kg/ha), dan K2O (75 kg/ha). Pupuk P diberikan pada awal tanam, pupuk N dan K diberikan pada awal tanam (1/3 dosis) dan sisanya (2/3 dosis) diberikan pada saat tanaman berumur 2 bulan dan 4 bulan. Pupuk diberikan dengan ditebarkan secara merata di sekitar tanaman atau dalam bentuk alur dan ditanam di sela-sela tanaman.
5. Pengairan dan Penyiraman : Tanaman kunyit termasuk tanaman tidak tahan air. Oleh sebab itu drainase dan pengaturan pengairan perlu dilakukan secermat mungkin, agar tanaman terbebas dari genangan air sehingga rimpang tidak.membusuk. Perbaikan drainase baik untuk melancarkan dan mengatur aliran air serta sebagai penyimpan air di saat musim kemarau.
6. Waktu Penyemprotan Pestisida : Penyemprotan pestisida dilakukan jika telah timbul gejala serangan hama penyakit.
7. Pemulsaan : Sedapat mungkin pemulsaan dengan jerami dilakukan diawal tanam untuk menghindari kekeringan tanah, kerusakan struktur tanah (menjadi tidak gembur/padat) dan mencegah tumbuhnya gulma secara berlebihan. Jerami dihamparkan merata menutupi permukaan tanah di antara lubang tanaman.

7. HAMA DAN PENYAKIT
1. Hama
1. Ulat penggerek akar (Dichcrosis puntifera.)
 Gejala: pada pangkal akar dimana tunas daun menjadi layu dan lama kelamaan tunas menjadi kering lalu membusuk.
 Pengendalian: tanaman disemprot/ditaburkan insektisida furadan G-3.
2. Penyakit
1. Busuk bakteri rimpang
 Penyebab : : oleh kurang baik sistem pengairan (drainase) atau disebabkan oleh rimpang yang terluka akibat alat-alat pertanian, sehingga luka rimpang kemasukan cendawan.
 Gejala: kulit akar tanaman menjadi keriput dan mengelupas, kemudian rimpang lama kelamaan membusuk dan keropos.
 Pengendalian:
1. mencegah terjadi genangan air pada lahan, mencegah terlukanya rimpang;
2. penyemprotanfungisida dithane M-45.
2. Karat daun kunyit
 Penyebab : Taphrina macullans Bult dan Colletothrium capisici atau oleh kutu daun yang disebut Panchaetothrips.
 Gejala: timbulnya warna coklat (karat) pada helaian daun; bila penyakit ini menyerang tanaman dewasa/daun yang tua maka tidak akan.mempengaruhi produksinya sebaliknya jika menyerang tanaman/daun muda, menyebabkan tanaman tersebut menjadi mati.
 Pengendalian:
1. Dilakukan dengan mengurangi kelembaban;
2. Penyemprotan insektisida, seperti dengan agrotion 2 cc/liter atau dengan fungisida dithane M-45 secara teratur selama seminggu sekali
3. Gulma : Gulma potensial pada pertanaman kunyit ini adalah gulma kebun yang umum yaitu alang-alang, rumput teki, rumput lulangan, ageratum, dan gulma berdaun lebar lainnya.
4. Pengendalian hama/penyakit secara organik : Dalam pertanian organik yang tidak menggunakan bahan-bahan kimia berbahaya melainkan dengan bahan-bahan yang ramah lingkungan biasanya dilakukan secara terpadu sejak awal pertanaman untuk menghindari serangan hama dan penyakit tersebut yang dikenal dengan PHT (Pengendalian Hama
Terpadu) yang komponennya adalah sbb:
1. Mengusahakan pertumbuhan tanaman yang sehat yaitu memilih bibit unggul yang sehat bebas dari hama dan penyakit serta tahan terhadap serangan hama dari sejak awal pertanaman
2. Memanfaatkan semaksimal mungkin musuh-musuh alami
3. Menggunakan varietas-varietas unggul yang tahan terhadap serangan hama dan penyakit.
4. Menggunakan pengendalian fisik/mekanik yaitu dengan tenaga manusia.
5. Menggunakan teknik-teknik budidaya yang baik misalnya budidaya tumpang sari dengan pemilihan tanaman yang saling menunjang, serta rotasi tanaman pada setiap masa tanamnya untuk memutuskan siklus penyebaran hama dan penyakit potensial.
6. Penggunaan pestisida, insektisida, herbisida alami yang ramah lingkungan dan tidak menimbulkan residu toksik baik pada bahan tanaman yang dipanen ma maupun pada tanah. Disamping itu penggunaan bahan ini hanya dalam keadaan darurat berdasarkan aras kerusakan ekonomi yang diperoleh dari hasil pengamatan.
Beberapa tanaman yang dapat dimanfaatkan sebagai pestisida nabati dan digunakan dalam pengendalian hama antara lain adalah:
1. Tembakau (Nicotiana tabacum ) yang mengandung nikotin untuk insektisida kontak sebagai fumigan atau racun perut. Aplikasi untuk serangga kecil misalnya Aphids.
2. Piretrum (Chrysanthemum cinerariaefolium) yang mengandung piretrin yang dapat digunakan sebagai insektisida sistemik yang menyerang urat syaraf pusat yang aplikasinya dengan semprotan. Aplikasi pada serangga seperti lalat rumah, nyamuk, kutu, hama gudang, dan lalat buah.
3. Tuba (Derris elliptica dan Derris malaccensis) yang mengandung rotenone untuk insektisida kontak yang diformulasikan dalam bentuk hembusan dan semprotan.
4. Neem tree atau mimba (Azadirachta indica) yang mengandung azadirachtin yang bekerjanya cukup selektif. Aplikasi racun ini terutama pada serangga penghisap seperti wereng dan serangga pengunyah seperti hama penggulung daun (Cnaphalocrocis medinalis). Bahan ini juga efektif untuk menanggulangi serangan virus RSV, GSV dan Tungro.
5. Bengkuang (Pachyrrhizus erosus) yang bijinya mengandung rotenoid yaitu pakhirizida yang dapat digunakan sebagai insektisida dan larvasida.
6. Jeringau (Acorus calamus) yang rimpangnya mengandung komponen utama asaron dan biasanya digunakan untuk racun serangga danpembasmi cendawan, serta hama gudang Callosobrocus.

8. PANEN
1. Ciri dan Umur Panen : Tanaman kunyit siap dipanen pada umur 8-18 bulan, saat panen yang terbaik adalah pada umur tanaman 11-12 bulan, yaitu pada saat gugurnya daun kedua. Saat itu produksi yang diperoleh lebih besar dan lebih banyak bila dibandingkan dengan masa panen pada umur kunyit 7-8 bulan. Ciri-ciri tanaman kunyit yang siap panen ditandai dengan berakhirnya pertumbuhan vegetatif, seperti terjadi kelayuan/perubahan warna daun dan batang yang semula hijau berubah menjadi kuning (tanaman kelihatan mati).
2. Cara Panen : Pemanenan dilakukan dengan cara membongkar rimpang dengan cangkul/garpu. Sebelum dibongkar, batang dan daun dibuang terlebih dahulu. Selanjutnya rimpang yang telah dibongkar dipisahkan dari tanah yang melekat lalu dimasukkan dalam karung agar tidak rusak.
3. Periode Panen : Panen kunyit dilakukan dimusim kemarau karena pada saat itu sari/zat yang terkandung didalamnya mengumpul. Selain itu kandungan air dalam rimpang sudah sedikit sehingga memudahkan proses pengeringannya.
4. Perkiraan Hasil Panen : Berat basah rimpang bersih/rumpun yang diperoleh dari hasil panen mencapai 0,71 kg. Produksi rimpang segar/ha biasanya antara 20-30 ton.

9. PASCAPANEN.
1. Penyortiran Basah dan Pencucian : Sortasi pada bahan segar dilakukan untuk memisahkan rimpang dari kotoran berupa tanah, sisa tanaman, dan gulma. Setelah selesai, timbang jumlah bahan hasil penyortiran dan tempatkan dalam wadah plastik untuk pencucian. Pencucian dilakukan dengan air bersih, jika perlu disemprot dengan air bertekanan tinggi. Amati air bilasannya dan jika masih terlihat kotor lakukan pembilasan sekali atau dua kali lagi. Hindari pencucian yang terlalu lama agar
kualitas dan senyawa aktif yang terkandung didalam tidak larut dalam air. Pemakaian air sungai harus dihindari karena dikhawatirkan telah tercemar kotoran dan banyak mengandung bakteri/penyakit. Setelah pencucian selesai,
tiriskan dalam tray/wadah yang belubang-lubang agar sisa air cucian yang tertinggal dapat dipisahkan, setelah itu tempatkan dalam wadah plastik/ember.
2. Perajangan : Jika perlu proses perajangan, lakukan dengan pisau stainless steel dan alasi bahan yang akan dirajang dengan talenan. Perajangan rimpang dilakukan melintang dengan ketebalan kira-kira 5 mm – 7 mm. Setelah perajangan, timbang hasilnya dan taruh dalam wadah plastik/ember. Perajangan dapat dilakukan secara manual atau dengan mesin pemotong.
3. Pengeringan : Pengeringan dapat dilakukan dengan 2 cara, yaitu dengan sinar matahari atau alat pemanas/oven. pengeringan rimpang dilakukan selama 3 - 5 hari, atau setelah kadar airnya dibawah 8%. pengeringan dengan sinar matahari dilakukan diatas tikar atau rangka pengering, pastikan rimpang tidak saling menumpuk. Selama pengeringan harus dibolak-balik kira-kira setiap 4 jam sekali agar pengeringan merata. Lindungi rimpang tersebut dari air, udara yang lembab dan dari bahan-bahan disekitarnya yang bisa mengkontaminasi. Pengeringan di dalam oven dilakukan pada suhu 50 o C - 60 o C. Rimpang yang akan dikeringkan ditaruh di atas tray oven dan pastikan bahwa rimpang tidak saling menumpuk. Setelah pengeringan, timbang jumlah rimpang yang dihasilkan
4. Penyortiran Kering : Selanjutnya lakukan sortasi kering pada bahan yang telah dikeringkan dengan cara memisahkan bahan-bahan dari benda-benda asing seperti kerikil, tanah atau kotoran-kotoran lain. Timbang jumlah rimpang hasil penyortiran ini
(untuk menghitung rendemennya).
5. Pengemasan : Setelah bersih, rimpang yang kering dikumpulkan dalam wadah kantong plastik atau karung yang bersih dan kedap udara (belum pernah dipakai sebelumnya). Berikan label yang jelas pada wadah tersebut, yang.menjelaskan nama bahan, bagian dari tanaman bahan itu, nomor/kode produksi, nama/alamat penghasil, berat bersih dan metode penyimpanannya.
6. Penyimpanan : Kondisi gudang harus dijaga agar tidak lembab dan suhu tidak melebihi 30 o C dan gudang harus memiliki ventilasi baik dan lancar, tidak bocor, terhindar dari kontaminasi bahan lain yang menurunkan kualitas bahan yang
bersangkutan, memiliki penerangan yang cukup (hindari dari sinar matahari langsung), serta bersih dan terbebas dari hama gudang.

10. ANALISIS EKONOMI BUDIDAYA TANAMAN
10.1. Analisis Usaha Budidaya
Perkiraan analisis budidaya kunyit seluas 1000 m2 yang dilakukan pada tahun 1999 di daerah Bogor.
1. Biaya produksi
1. Sewa lahan 1 musim tanam Rp. 150.000,-
2. Bibit 50 kg @ Rp.
3. Pupuk
 Pupuk kandang 4.000 kg @ Rp. 150,- Rp. 600.000,-
 Pupuk buatan: Urea 32 kg @ Rp. 1.100,- Rp. 35.200,-
 TSP 16 kg @ Rp. 1800,- Rp. 28.800,-
 KCl 16 kg @ Rp. 1.600,- Rp. 25.600,-
4. Pestisida Rp. 100.000,-
5. Alat Rp. 60.000,-
6. Tenaga kerja Rp. 200.000,-
7. Panen dan pasca panen Rp. 100.000,-
8. Lain-lain Rp. 100.000,-
 Jumlah biaya produksi Rp.1.399.600,-
2. Pendapatan 2.500 kg @ Rp. 750,- Rp.1.875.000,-
3. ) Keuntungan Rp. 475.400,-
4. Parameter kelayakan usaha : Rasio output/input = 1,399
Usaha budidaya tanaman kunyit skala besar (komersial) atau yang dilakukan secara intensif, di Indonesia belum ada dan sebagian besar petani cenderung menanam tanaman ini sebagai tanaman sampingan saja.
10.2. Gambaran Peluang Agribisnis
Dewasa ini rata-rata kebutuhan bahan baku kunyit untuk industri kosmetik/jamu tradisional yang ada di Indonesia antara 1,5-6 ton/bulan. Tingkat kebutuhan pasar dari tahun ke tahun semakin meningkat dengan persentase peningkatan 10-25% per tahunnya. Kebutuhan lebih tinggi pada saat menjelang hari-hari besar/hari raya. Permintaan kebutuhan industri di atas sebagian besar berasal dari pasokan para petani. Melihat dari kebutuhan rata-.rata industri jamu dan kosmetik yang ada di dalam negeri, suplai dan permintaan terhadap kunyit tidak seimbang, apalagi memenuhi permintaan pasar luar negeri. Sementara kebutuhan kunyit dunia hingga saat ini mencapai ratusan ribu ton/tahun. Sebagian kecil dari jumlah tersebut dipenuhi oleh negara India, Haiti, Srilanka, Cina, dan negara-negara lainnya. Indonesia kini sudah selayaknya membudidayakan tanaman ini, terutama dengan sistem monokultur/tumpang sari sehingga produksi yang dicapai lebih cepat dan tinggi, agar kebutuhan minimal dalam negeri terpenuhi secara optimal. Walaupun di daerah Jawa Tengah kini sudah diupayakan sistem penanaman tersebut, juga diperhitungkan dari sudut produktivitas dan jalur tata niaganya, namun luas lahan tanam yang ada belum maksimal untuk memenuhi kebutuhan pasar luar negeri yang mencapai ratusan ribu ton/ha-nya. Indonesia sebenarnya mulai mengekspor kunyit. Negara yang dituju antara lain Asia (Malaysia, Singapura, Hongkong, Taiwan, dan Jepang), Amerika, dan Eropa (Jerman Barat dan Belanda). Pada tahun 1987, nilai ekspor tanaman kunyit Indonesia menyumbangkan devisa yang besar bagi negara. Namun pada tahun berikutnya jumlah ekspor tersebut mulai mengalami penurunan dan sempat terhenti pada tahun 1989. Negara India, Cina, Haiti, Srilanka, dan Jamaika kini mulai membudidayakan tanaman kunyit secara besar-besaran dan mereka sudah dapat mengestimasikan produksinya hingga +20 ton/ha. Dari segi jalur tata niaga, kunyit tergolong efisien, karena dari petani langsung disalurkan ke pedagang pengumpul, lalu ke pabrik/pedagang besar. Maka harga yang diterima petani mencapai 70% dari harga tingkat pabrik, dimana 30% merupakan marjin tata niaga yang terdiri atas 12% marjin biaya dan 18% merupakan marjin keuntungan. Berdasarkan kondisi ini, tata niaga kunyit bisa ditingkatkan lagi, karena marjin terbesar berada pada keuntungan pedagang. Peluang agribisnis kunyit di Indonesia dapat dikembangkan. Kenyataan ini dilandaskan pada tingkat produktivitas, jalur tata niaga, dan kebutuhan kunyit dari berbagai industri yang membutuhkannya.

11. STANDAR PRODUKSI
1. Ruang Lingkup : Standar produksi meliputi: jenis dan standar mutu, cara pengambilan contoh dan syarat pengemasan.
2. Deskripsi : …
3. Klasifikasi dan Standar Mutu : Standard mutu temulawak untuk pasaran luar negeri dicantumkan berikut ini:
1. Warna : kuning-jingga sampai coklat kuning-jingga
2. Aroma : khas wangi aromatis
3. Rasa : mirip rempah dan agak pahit.
4. Kadar air maksimum : 12 %
5. Kadar abu : 3-7 %
6. Kadar pasir (kotoran) : 1 %
7. Kadar minyak atsiri (minimal) : 5 %
4. Pengambilan Contoh : Dari jumlah kemasan dalam satu partai temulawak siap ekspor diambil sejumlah kemasan secara acak seperti dibawah ini, dengan maksimum berat tiap partai 20 ton.
1. Untuk jumlah kemasan dalam partai 1–100, contoh yang diambil 5.
2. Untuk jumlah kemasan dalam partai 101–300, contoh yang diambil 7
3. Untuk jumlah kemasan dalam partai 301–500, contoh yang diambil 9
4. Untuk jumlah kemasan dalam partai 501-1000, contoh yang diambil 10
5. Untuk jumlah kemasan dalam partai di atas 1000, contoh yang diambil minimum 15
6. Kemasan yang telah diambil, dituangkan isinya, kemudian diambil secara acak sebanyak 10 rimpang dari tiap kemasan sebagai contoh. Khusus untuk kemasan temulawak berat 20 kg atau kurang, maka contoh yang diambil sebanyak 5 rimpang. Contoh yang telah diambil kemudian diuji untuk ditentukan mutunya. Petugas pengambil contoh harus memenuhi syarat yaitu orang yang telah berpengalaman atau dilatih terlebih dahulu dan mempunyai ikatan dengan suatu badan hukum.
5. Pengemasan : Kunyit disajikan dalam bentuk rimpang utuh, dikemas dengan jala plastik yang kuat, dengan berat maksimum 15 kg tiap kemasan, atau dikemas dengan keranjang bambu dengan berat sesuai kesepakatan anatara penjual dan pembeli. Dibagian luar dari tiap kemasan ditulis, dengan bahan yang tidak luntur, jelas terbaca antara lain:
o Produk asal Indonesia
o Nama/kode perusahaan/eksportir
o Nama barang
o Negara tujuan
o Berat kotor
o Berat bersih
o Nama pembeli

12.DAFTAR PUSTAKA
1. Anonimous. 1994. Hasil Penelitian Dalam Rangka Pemanfaatan Pestisida Nabati. Prosiding Seminar di Bogor 1 – 2 Desember 1993. Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat. Bogor. 311 Hal.
2. Anonimous. 1989. Vademekum Bahan Obat Alam. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Jakarta. 411 Hal..3) Darwis SN. 1991. Tumbuhan obat famili Zingiberaceae. Bogor, Puslitbang Tanaman Industri: 39-61.
3. Kartasapoetra, G. 1992. Budidaya tanaman berkhasiat obat: kunyit (kunir). Jakarta, PT. Rineka Cipta: 60.
4. Kloppenburg-Versteegh, J. 1988. Petunjuk lengkap mengenai tanaman-tanaman di Indonesia dan khasiatnya sebagai obat-obatan tradisional (kunir atau kunyit-Curcuma domestica Val.). Jilid 1: bagian Botani. Yogyakarta, CD.RS. Bethesda: 102-103.
5. Moko, Hidayat; Mulyoto; Ismiyatiningsih. 1993. Pengaruh beberapa zat pengatur tumbuh dan mulsa terhadap pertumbuhan tanaman kunyit. Buletin Pertanian Tanaman Rempah dan Obat, 8 (1) 1993: 30-38.
6. Muhlisah, Fauziah. 1996. Tanaman obat keluarga (toga): kunyit. Cet.2. Jakarta, Penebar Swadaya: 40-41.
7. Nugroho, Nurfina A. 1998. Manfaat dan prospek pengembangan kunyit. Ungaran,Trubus Agriwidya. 86 hal.
8. Soedibyo, BRA Mooryati. 1998. Alam sumber kesehatan, manfaat dan kegunaan: kunyit. Cet.1. Jakarta, Balai Pustaka: 230-231.
9. Wijayakusuma, H.M. Hembing; Dalimartha, Setiawan; Wirian, A.S. 1992. Tanaman berkhasiat obat di Indonesia: kunyit; Curcuma longa Linn (Jiang Huang). Jilid 4. Jakarta, Pustaka Kartini: 93-94.
10. Wiroatmodjo, Joedojono; Lontoh, A.P.; Nurdin. 1993. Kajian pemberian pupuk kandang dan tingkat populasi terhadap pertumbuhan produksi kunyit (Curcuma domestica Val.) yang ditumpangsarikan dengan jagung manis (Zea mays Soccharata). Buletin Agronomi, 21 (2) 1993: 59-63.